Selasa, 19 April 2016

Perdarahan Antepartum & Abortus



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama kematian ibu, yaitu perdarahan pre-eklamsi dan infeksi. Perdarahan sebelum sewaktu dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu. Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya.
Perdarahan pada kehamilan Trimester III merupakan perdarahan yang terjadi pada ibu hamil dengan perdarahan antepartum. Perdarahan antepartum sering terjadi pada kehamilan tua. Perdarahan pada kehamilan selalu dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Frekuensi perdarahan ante partum sekitar 3% sampai 4% dari semua persalianan, sedangkan kejadian perdarahan antepartum di rumah sakit lebih tinggi karena menerima rujukan. HAP (Haemorraghic Ante Partum) biasanya : 3% dari persalinan 28,3%   kematian perinatal. Penanganan perdarahan ante partum memerlukan perhatian karena dapat saling memepengaruhi dan merugikan janin dan ibunya. Setiap perdarahan antepartum yang dijumpai oleh bidan, sebaiknya dirujuk ke rumah sakit atau ke tempat dengan fasilitas yang memadai karena memerlukan tatalaksana khusus.

B.     Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui penyebab dan tanda bahaya pada perdarahan antepartum dan cara penenganannya.

C.      Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dapat dirumuskan masalah “bagaimana penanganan perdarahan anterpartum”.

D.    Manfaat
Manfaat yang diperoleh dengan mempelajari  perdarahan yang terjadi pada Trimester III yaitu perdarahan ante partum sehingga penulis dapat mengetahui pencegahan dan penanggulangan perdarahan, selain itu penulis dapat mengetahui bahaya dan resikonya pada ibu dan janin.


























BAB II
TINJAUAN TEORI


A.    PERDARAHAN ANTEPARTUM
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang terjadi pada ibu hamil diatas 28 minggu atau kehamilan tua maka sering digolongkan perdarahan pada trimester III.
Pedarahan antepartum biasanya di batasi pada perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu, walaupun patologi yang sama dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 28 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 28 minggu biasanya lebih banyak & lebih berbahaya dari pada sebelum kehamilan 28 Minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan berbeda.

1.      PLASENTA PREVIA
a.       Pengertian Plasenta Previa :
Plasenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
b.      Klasifikasi
Plasenta previa didasarkan atas terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu. Jenis plasenta previa yaitu:
1)      Plasenta previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
2)      Plasenta previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir  tertutup plasenta.
3)      Plasenta previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4)      Plasenta letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah  uterus, tapi  belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.

Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir. Karena klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologis, maka klasifikasi akan berubah setiap waktu Frekuensi Plasenta previa terjadi kira-kira 1 diantara 200 persalinan.


c.       Etiologi
Plasenta previa pada primigravida yang berumur > 35 Th , 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida yang berumur < 25 Tahun.
d.      Gambaran klinik :
1)      Darah yang keluar berwarna merah segar
2)      Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua keatas (28 minggu keatas)
3)      Perdarahan pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri.
4)      Perdarahan kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian.
5)      Perdarahan pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan renggangan bertambah kembali dan menimbulkan perdarahan baru. Pada setiap pengulangan terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan hampir mengalir.
6)      Pada plasenta letak rendah plasenta baru terjadi pada waktu mulai persalinan.
7)      Perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
8)      Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian perdarahan  bisa berlangsung sampai pasca persalinan.
9)      Serviks dan segmen bahwah rahim pada plasenta previa menjadi rapuh sehingga memperbanyak terjadinya perdarahan.
10)Bagian terendah janin sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim sehingga bagian terendah tidak dapat didekati pintu atas panggul
10)  Kadang terdapat keainan letak pada janin dimana letak janin tidak dalam letak memanjang.
11)  Pada palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.
Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa alasan, maka sesegera mungkin pasien datang ke Rumah Sakit untuk mendapatkan pertolongan.

e.       Penentuan letak plasenta previa
1)      Penentuan letak plasenta secara langsung.
Perabaan fornises / melalui kanalis servikalis, berbahaya karena dapat menimbulkan perdarahan banyak.
2)      Penentuan letak plasenta tidak langsung
a)      USG adalah cara yang sangat tepat, karena tidak menimbulkan bahaya radiasi bagi  ibu dan janinnya & tidak menimbulkan rasa nyeri.
b)      Diagnosis, setiap perdarahan antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta previa, solusio plasenta dll.
c)      Anamnesis, perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu berlangsung tanpa nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyak perdarahan tidak dapat dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
d)     Pemeriksaan luar, bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP, apabila presentasi kepala biasanya kepala masih terapung diatas PAP & sukar didorong ke dalam PAP.
e)      Pemeriksaan inspekulo, bertujuan untuk mengetahui apakah  perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan serviks & vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsio uteri, polipus serviks uteri, varises vulva & trauma. Apabila perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum harus dicurigai plasenta previa.
f.       Penanganan
1)      Prinsip dasar penanganan
Setiap ibu dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki fasilitas untuk melakukan transfusi darah & operasi.
a)      Penanganan pasif
Jika perdarahan diperkirakan tidak membahayakan
(1)   Janin masih premature dan masih hidup
(2)   Umur kehamilan kurang dari 37 Minggu
(3)   Tafsiran berat janin belum sampai 2500 gram
(4)   Tanda persalinan belum mulai dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup di luar kandungan lebih baik.
(5)   Tidak boleh dilakukan pemeriksaan dalam (VT)
(6)   Tangani anemia
(7)   Untuk menilai banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin & hematokrit secara berkala, dari pada memperkirakan banyaknya darah yang hilang pervaginam.
Tujuan  penanganan pasif :  Pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas. Pada penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada kasus plasenta previa sentralis.
b)      Penanganan aktif
(1)   Perdarahan di nilai membahayakan
(2)   Terjadi pada kehamilan lebih dari 37 Minggu
(3)   Tafsiran berat janin lebih dari 2500 gram tanda persalinan sudah mulai
(4)   Pemeriksaan dalam boleh dilakukan di meja operasi.
g.      Terdapat 2  pilihan cara persalinan :
1)      Persalinan pervaginam
Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan plasenta & bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung. Sehingga perdarahan berhenti dapat dilakukan dengan cara :
a)      Pemecahan selaput ketuban karena
(1)   Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian plasenta yang berdarah
(2)   Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari
b)      Pemasangan  Cunam Willett dan versi Braxton Hiks
2)      Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.

2.      VASA PREVIA
a.      Pengertian
Vasa previa adalah keadaaan dimana pembuluh darah janin berada di dalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum kemudian sampai ke dalam insersinya pada tali pusat.
Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang melewati pembukaan serviks robek atau pecah dan vascular janin pun ikut terputus.
Factor resiko antara lain pada plasenta bilobata, plasenta suksenturiata, plasenta letak rendah, kehamilan pada vertilasi in vitro, dan kehamilan ganda terutama triplet. Secara teknis keadaan ini dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada insersio velamentosa dan plasenta suksenturiata.
b.      Penanganan
Kejadian vasa previa sangat bergantung pada status janin bila ada keraguan tentang viabilitas janin maka tentukan lebih dulu umur kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin dengan USG dan kardiotopografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat dilakukan seksio sesaria segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur, dilakukan persalinan pervaginam.

3.      SOLUSIO PLASENTA
a.       Pengertian
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dalam kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus atau korfus) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Achadiat,2006). Sinonim dari solusio plasenta adalah Abrupsion plasenta.
Solusio plasenta adalah : terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan. Defenisi ini berlaku pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22 minggu atau berat janin diatas 500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma retroplasenter (Saefuddin AB,2006).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan.(Sarwono prawirohardjo 2009).
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari tempat implantasinya pada korpus uteri sebelum bayi lahir. dapat terjadi pada setiap saat dalam kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat sebagian (parsialis),atau seluruhnya(totalis) atau hanya rupture pada tepinya (rupture sinus marginalis) (dr.Handayo,dkk)
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam keadaan syok.
b.      Klasifikasi
Solusio Plasenta ada beberapa macam yaitu: diantaranya plasenta dapat terlepas pada pinggirnya saja, (rupture sinus marginalis) dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau juga seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis). Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan miometrium untuk seterusnya mengalir di bawah selaput ketuban dan akhirnya memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina. Solusio plasenta ada kalanya darah tidak keluar melalui vagina jika:
1)      Bagian plasenta sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2)      Selaput ketuban masih melekat pada dinding rahim
3)      Perdarahan masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya.
4)      Bagian terbawah janin umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim

Secara klinis solusio plasenta dibagi berdasarkan berat ringannya gambaran klinis dengan luasnya permukaan plasenta yang terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio berat.
1)      Solusio plasenta ringan
a)      Plasenta kurang dari ¼ luasnya.
b)      Tidak memberikan gejala klinis dan ditemukan setelah persalinan
c)      Keadaan umum ibu dan janinnya tidak mengalami gangguan
d)     Persalinan berjalan dengan lancar pervaginam
2)      Solusio plasenta sedang
a)      Terlepasnya plasenta lebih dari ¼ bagian tapi belum mencapai 2/3 bagian.
b)      Dapat menimbulkan gejala klinik seperti: perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin berkurang, palpasi bagian janin sulit teraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang.
c)      Pada pemeriksaan dalam ketuban menonjol.
d)     Dapat terjadi pembekuan darah.
3)      Solusio palsenta berat
a)   Lepasnya plasenta lebih dari 2/3 bagian.
b)   Terjadi perubahan disertai nyeri
4)      Penyulit bagi ibu seperti:
a)      Terjadi syok dengan tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat.
b)      Dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
c)      Pada pemeriksaan dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan perdarahan dan penderita tampak anemis.
d)     Pemeriksaan abdomen tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut sakit, dan janin telah meninggal dalam rahim.
e)      Pemeriksaan dalam ketuban tegang dan menonjol.
f)       Solusio plasenta berat dengan couvelarie uterus terjadi gangguan kontraksi dan Antonia uteri.
c.       Penyebab solusio Plasenta
Penyebab terjadinya solusio plasenta antara lan:
1)      Trauma langsung terhadap uterus hamil:
a)      Terjatuh atau tertelungkup
b)      Tendangan anak yang sedang digendong
c)      Atau trauma laiannya.
d)     Trauma kebidanan artinya solusio plasenta terjadi karena tindakan kebidanan yang dilakukan:
e)      Setelah versi luar
f)       Setelah memecahkan ketuban
g)      Persalinan anak kedua hamil kembar.
2)      Dapat terjadi pada kehamilan dengan tali pusat yang pendek. Factor predisposisi terjadinya solusio plasenta adalah:
a)      Hamil pada usia tua
b)      Mempunyai tekanan darah tinggi
c)      Bersamaan dengan preeklamsia dan eklamsia
d)     Tekanan vena cava inferior yang tinggi
e)      Kekurangan asam folat
d.      Gambaran Klinis
1)      Solusio plasenta ringan
Solusio plasenta ringan tidak ada gejala kecuali hematoma yang berukuran beberapa cm terdapat pada permukaan maternal plasenta. Rasa nyeri pada perut masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui vagina. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin masih baik. Pada inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit terasa nyeri local pada tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang bagian-bagian masih bisa diraba.
2)      Solusi plasenta sedang
Gejala dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, peredaran tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi kulit dingin dan keringatan, oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250 mg/ 100 ml dan mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fingsi ginjal sudah mulai ada.
3)      Solusio Plasenta Berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan disertai perdarahan yang berwarna hitam, sehingga palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada seharusnya hal ini terjadi karena penumpukan darah di dalam rahim. Jika dalam masa observasi tinggi fundus bertambah lagi berarti perdarahan baru berlangsung. Pada inspeksi rahim keliatan membuat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi DJJ tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomic dan fungsi plasenta. Keadaan umum menjadi buruk disertai syok. Hipofibrinogemia atau rendah kadar fibrinogen di dalam darah dan oliguria telah terjadi sebagai akibat komplikasi pembekuan darah intravascular yang luas dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada trombositopenia.
e.       Diagnose solusio plasenta dapat dilakukan dengan :
1)      Anamnesa
a)      Terdapat perdarahan disertai rasa nyeri
b)      Terjadi spontan atau karena trauma
c)      Perut terasa nyeri
d)     Diikuti penurunan sampai terhentinya gerakan janin dalam rahim.
2)      Pemeriksaan fisik umum
a)      Keadaan umum penderita tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
b)      Tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat
c)      Penderita tampak anemis
3)      Pemeriksaan khusus
a)      Palpasi abdomen
(1)   Perut tegang terus menerus
(2)   Terasa nyeri saat palpasi
(3)   Bagian janin sukar ditentukan
b)      Auskultasi
Denyut jantung janin bervariasi dari asfiksia ringan sampai berat.
c)      Pemeriksaan dalam
(1)   Terdapat pembukaan
(2)   Ketuban tegang dan menonjol
(3)   Pemeriksaan penunjang dengan USG, dijumpai perdarahan antara plasenta dan dinding abdomen.
f.       Komplikasi
1)      Penyulit komplikasi ibu
a)      Perdarahan yang dapat ditiimbulkan variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok, perdarahan yang terjadi tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis sampai syok, dan kesadaran penderita dari baik sampai koma.
b)      Gangguan pembekuan darah disebabkan karena masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi darah menyebabkan pembekuan darah intravascular dan disertai hemolisis. Selain itu, juga terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat menggangu pembekuan darah.
c)      Oliguria, hal ini terjadi karena terdapatnya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan produksi urin makin berkurang.
d)     Perdarahan postpartum, pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah ke otot rahim, sehingga menggangu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena Atonia uteri, dan kegagalan pembekuan darah dapat menambah beratnya perdarahan.
2)      Penyulit pada janin
Perdarahan yang tertimbun dibelakang palsenta mengganggu sirkulasi dan nutrisi ke arah janin sehingga dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai berat dan kematian di dalam rahim. Kematian janin tergantung dari seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasi di fundus uteri.
g.      Penanganan
1)      Penanganan solusio plasenta harus dilakukan rawat inap di rumah sakit yang memadai
2)      Cek kadar Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah.
3)      Jika diagnose belum jelas dan janin masih hidup tanpa tanda-tanda gawat janin observasi ketat dengan kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan untuk intervasi jika sewaktu-waktu muncul kegawatan.
4)      Persalinan mungkin pervaginam atau juga mungkin perabdominal tergantung pada banyaknya perdarahan, telah ada tanta-tanda persalinan spontan atau belum, dan tanda-tanda gawat janin.
5)      Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai berat ringannya penyakit, usia ibu, serta keadaan ibu dan janinnya.
6)      Jika janin masih hidup dan cukup bulan serta belum ada tanda-tanda persalinan pervaginam maka dilakukan bedah sesar.
7)      Pada perdarahan pervaginam cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan  dengan pemberian transfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti persalinan cepat untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu dan janin.
8)      Bedah Caesar dilakukan pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin.
9)      Jika janin mati dalam rahim maka lebih sering dipilih persalinan pervaginam kevuali jika ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah atau ada indikasi obstetric untuk melakukan persalinan perabdominal.
10)  Pada persalinan pervaginam diperlukan upaya stimulasi miometrium secara secara farmakologi atau masase agara kontraksi miometrim baik. Hal ini untuk mencegah terjadinya perdarahan sekalipun masih terjadi gangguan pembekuan darah.

4.      STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Standar Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal
Standar 16                :    Penanganan Perdarahan Dalam Kehamilan Pada Trimester III
Tujuan                       :   Mengenali dan melakukan tindakan cepat dan tepat perdarahan dalam trimester III kehamilan.
Pernyataan Standar : Bidan mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Proses, Bidan harus :
1.      Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir, kemudian keringkan hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan pasien. Gunakan sarung tangan bersih kapan pun menangani benda yang terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh.
2.      Memeriksa dan merujuk ibu hamil yang mengalami perdarahan dari jalan lahir. (Semua perdarahan yang bukan show, adalah kelainan)
3.      Berikan penyuluhan dan nasehat tentang bahaya perdarahan dari jalan lahir sebelum bayi lahir kepada ibu dan suami/keluarganya pada setiap kunjungan.
4.      Nasehati ibu hamil, suaminya atau keluarganya untuk memanggil bidan bila terjadi perdarahan atau nyeri hebat di daerah perut kapanpun dalam kehamilan.
5.      Lakukan penilaian keadaan umum ibu dan perkiraan usia kehamilannya.
6.      Jangan melakukan periksa dalam. (Perdarahan pada kehamilan diatas 22 minggu biasanya karena plasenta previa. Periksa dalam akan memperburuk perdarahan).
7.      Rujuk ibu yang mengalami perdarahan pervaginam pada trimester III ke rumah sakit terdekat.
8.      Jika tanda atau gejala syok jelas terlihat atau jika ibu mengalami perdarahan hebat, rujuk segera.
Gejala dan Tanda Syok :
a)      Nadi lemah dan cepat (110x/menit atau lebih)
b)      Tekanan darah sangat rendah : tekanan sistolik < 90 mmHg
c)      Nafas cepat (Frekuensi pernafasan 30x/menit atau lebih)
d)     Air seni kurang dari 30 cc/jam
e)      Bingung, gelisah atau pingsan
f)       Berkeringat atau kulit menjadi dingin dan basah pucat.
 







·         Sebaiknya baringkan ibu dengan posisi miring ke sisi kiri dan ganjal tungkainya dengan bantal.
a)      Berikan cairan intravena NaCl 0,9% atau Ringer Laktat. Infus diberikan dengan tetesan cepat sesuai kondisi ibu. Dengan menggunakan teknik aseptik mulai IV dengan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, menggunakan jarum berlubang besar (16 atau 18G). Berikan cairan IV dengan tetesan cepat hingga denyut nadi ibu membaik.
b)      Dampingi ibu ke tempat rujukan. Periksa dan catat dengan seksama tanda-tanda vital (pernafasan, nadi dan tekanan darah) setiap 15 menit sampai tiba di rumah sakit.
c)      Selimuti ibu dan jaga agar tetap hangat selama perjalanan ke tempat rujukan, jangan membuat ibu kepanasan.
9.      Perkirakan seakurat mungkin jumlah kehilangan darah. (Seringkali perkiraan jumlah kehilangan darah kurang dari jumlah sebenarnya. Cara yang lebih tepat untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan menimbang semua bahan yang terkena darah).
10.  Buat catatan lengkap (keterangan mengenai perdarahan, golongan, jumlah perdarahan dan riwayat tentang kapan terjadinya peradarahan, hal ini penting untuk diagnosa banding dan perkiraan penggantian cairan). Dokumentasi dengan seksama semua perawatan yang diberikan).
11.  Dampingi ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit dan mintalah keluarga yang akan menyumbangkan darahnya untuk ikut serta.
12.  Mengikuti langkah-langkah untuk merujuk.

B.     ABORTUS
1.      Pengertian Abortus
Abortus adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya terletak antara 400-1000 atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.
Abortus adalah penghentian hasil kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas sebelum usia kehamilan 20-22 minggu, dan berat badan janin kurang dari 500 gram.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram (Murray,2007).
Abortus adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin viabel (dalam konteks ini, usia kehamilan 20 minggu) (Helen Farrer. 2007 hal. 53).
Beberapa definisi diatas dapat diketahui bahwa abortus merupakan terhentinya kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar uterus.
2.      Etiologi
Abortus sering terjadi pada wanita umur kurang dari 20 tahun dan wanita lebih dari 35 tahun, Jumlah paritas tinggi, Kelainan dari ovariun dan spermatozoa dimana kalau terjadi pembuahan hasilnya adalah pembuahan yang patologis, Kesalahan-kesalahan pada ibu, yaitu disfungsi tiroit, kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron, Keadaan gizi ibu hamil, hipertensi karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/villi terganggu dan fetus jadi mati. Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut :
a.       Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi : kelaina kromosom, lingkungan nidasi kurang sempurna, dan pengaruh luar.
b.      Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid, toksoplasmosis, dan HIV.
c.       Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten, dilatasi serviks berlebihan, robekan serviks, dan retroversion uterus.
d.      Kelainan plasenta.
3.      Klasifikasi
Aborsi dapat dibagi atas dua golongan:
a.       Aborsi spontan adalah abortus yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan) untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
b.      Aborsi provokatus (induced abortion) adalah yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk mengakhiri proses kehamilan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi dua yaitu:
1.      Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu (berdasarkan indikasi medis).
2.      Abortus Kriminalis adalah abortus yang tejadi karena tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
4.      Gambaran  Klinis
a.       Abortus Kompletus (keguguran lengkap artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan fetus), sehingga rongga rahim kosong.
b.      Abortus inkompletus (keguguran tersisa) : hanya sebagian dari hasil konsepsi  yang dikeluarkan dan yang tertinggal adalah desidua atau plasenta. Tanda dan gejala : amenorrhea, sakit perut dan mules-mules, perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, sudah keluar fetus atau jaringan, pada pemeriksaan dalam didapati serviks membuka, kadang-kadang dapat diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis atau kavum uter, dan ukuran uterus berukuran kecil dari seharusnya.
c.       Abortus insipiens (keguguran sedang berlangsung) : abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah terbuka dan ketuban yang teraba dan kehamilan tidak dapat dipertahankan.
d.      Abortus iminens (keguguran membakat) : keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obatan hormonal dan antispasmodika sersta istirahat.
e.       Missed abortion : kejadian dimana janin sudah mati, tetap berada dalam rahim dan tidak dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
f.       Abortus habitualis (keguguran berulang): keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut 3 kali atau lebih. Kalau seesorang penderita telah mengalami 2 kali abortus berturut-turut maka optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal adalah sekitar 63%.
g.      Abortus infeksiosus dan abortus septic,: abortus infesiosus adalah keguguran disertai infeksi genital sedangkan abortus septic adalah keguguran disertai infeksi berat dengan penyebaran kuman atau toksiknya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
5.      Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ibu adalah: Perdarahan (hemorrhage ), Perforasi: sering terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak ahli, Infeksi dan tetanus, Payah ginjal akut, Syok pada abortus disebabkan oleh perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik. Infeksi berat atau sepsis disebut syokseptik atau endoseptik. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin adalah : Kematian pada janin (Mitayani, 2009:22-23).
6.      Penanganan
a.       Abortus Imminens
1)      Berikan informent consent. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.
2)      Test urine
3)      Pemeriksaan USG
4)      Penderita melakukan tirah baring sampai perdarahan terhenti.
5)      Bisa diberikan spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberikan tambahan hormon progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.
6)      Penderita boleh dipulangkan setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan seksual sampai lebih kurang 2 minggu.
b.      Abortus Insipiens
1)      Berikan informent consent
2)      Test urine
3)      Pemeriksaan USG
4)      Perhatikan keadaan umum pasien dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan lakukan segera tindakan evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase jika perdarahan banyak
5)      Berikan uterotonika
6)      Pasca tindakan perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotic profilaksis.
c.       Abortus Inkomplet
1)      Berikan informent consent
2)      Test urine
3)      Pemeriksaan USG hanya dilakukan bila kita ragu dengan pemeriksaan secara klinis
4)      Bila terjadi perdarahan yang hebat segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa terhenti.
5)      Selanjutnya lakukan tindakan kuretase
6)      Pasca tindakan diberikan uterotonika parenteral atau per oral dan antibiotika.
d.      Abortus Komplet
1)      Pemeriksaan USG tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis telah memadai
2)      Pemeriksaan urine biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus
3)      Pengelolaan penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya diberi robonsia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan.
4)      Uterotonika tidak perlu diberikan.
e.       Missed Abortion
1)      Berikan informent consent
2)      Pemeriksaan n urine
3)      Pemeriksaan USG
4)      Pada umur kehamilan kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat secara langsung dengan melakukan dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
5)      Bila umur kehamilan diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan serviks uterus yang masih kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan janin atau mematangkan kanalis serviks. Beberapa cara dapat dilakukan antara lain dengan pemberian infuse intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10 unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan, 20 tetes per menit dan dapat diulangi sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah terjadinya retensi cairan tubuh.
6)      Jika tidak berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi biasanya maksimal 3 kali
7)      Setelah janin atau jaringan hasil konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan tindakan kuretase sebersih mungkin
8)      Pada dekade ini banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintesisnya untuk melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan adalah dengan cara pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang dapat diulangi dua kali dengan jarak 6 jam
9)      Apabila terjadi hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah atau fibrinogen
10)  Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infuse intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.
f.       Abortus Habitualis
Jika ibu belum hamil lagi, hendaknya waktu itu digunakan untuk melakukan pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan abortus habitualis itu.
Disamping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk badan penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan darah dan urin rutin, pemeriksaan golongan darah, factor Rh, dan tes terhadap sifilis; selanjutnya pada isteri dibuatkan kurve harian glucose darah dan diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa sperma.
Perlu diselidiki pula, apakah ada kelainan anatomic, baik kelainan bawaan atau kelainan yang terjadi setelah melahirkan. Laserasi pada serviks uteri dan adanya mioma uteri dapat ditemukan pada pemeriksaan ginekologik, sedang mioma uteri submukosum, uterus septus dan serviks uteri inkompeten dapat diketahui dengan melakukan histerogafi. Kadang-kadang perlu dilakukan laparoskopi untuk mendapat gambarang yang lebih jelas tentang kelainan anatomic pada uterus.


g.      Abortus infeksiosus
1)      Pengelolaan pasien ini harus mempertimbangkan kesinambungan cairan tubuh dan perlunya pemberian antibiotika yang adekuat sesuai dengan kultur dan sensivitas kuman yang diambil dari darah dan cairan fluksus/ flour yang keluar pervagnam.
2)      Untuk tahap pertama dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4x1 gram ditambah gentamisin 2x80 mg dan metronidasol 2x 1 gram.
3)      Tindakan kuretase dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah mebaik minimal 6 jam setelah antibiotika adekuat diberikan, kemudian jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindung dengan uterutonika.
4)      Antiboitika dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian tidak memberikan respon harus  diganti dengan antibiotika yang lebih sesuai.
5)      Apabila ditakutkan terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/ uterus dengan larutan peroksida (H2O2) atau kalau perlu histerektomi total secepatnya.
h.      Kewenangan Bidan Menurut UU Kesehatan Nomor 23/1992 pasal 15 tentang abortus
Disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Maksud dari kalimat ‘tindakan  medis tertentu’ salah satunya adalah aborsi
Selain pengertian diatas disebutkan pula bahwa aborsi atau pengguguran kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus provocatus) yaitu kehamilan yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi pengguguran. Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhenti karena factor-faktor alamiah (abortus spontaneous). Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.      Aborsi Buatan/ Sengaja atau  Abortus Provocatus Criminalis
2.      Aborsi Terapeutik/ Medis atau  Abortus Provocatus Therapeuticum
3.      Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
Undang – undang yang mengatur mengenai aborsi
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350 dinyatakan sebagai berikut :
1.      Pasal 346 : “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”.
2.      Pasal 347 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
3.      Pasal 348 : (1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandunga seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4.      Pasal 349 : “Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukankejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah dengan sepertiga dandapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam manakejahatan dilakukan”.
Legalitas Aborsi dalam Kondisi Khusus menurut Undang-Undang
Abortus buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan yakni :
1.      Abortus buatan legal (Abortus provocatus therapcutius), yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang, karena alasan yang sangat mendasar untuk melakukannya: menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2.      Abortus buatan ilegal, yaitu pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/ menyembuhkan si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang kesehatan pada pasal 15ayat (1) dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan tindakan medis tertentu. Kemudian pada ayat (2) menyebutkan tindakan medis tertentu dapat dilakukan :
1)   Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut
2)  Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim ahli
3)  Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan keluarga. Dalam UU No. 1 tahun 1946 tentang KUHP, UU no. 7 thn. 1984 dan UU no 3 thn.1992 aborsi tidak boleh dilakukan kecuali dalam kondisi tertentu.

C.    KEWENANGAN BIDAN
Kewenangan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1)      Kewenangan normal:
a)      Pelayanan kesehatan ibu
b)      Pelayanan kesehatan anak
c)      Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana
2)      Kewenangan dalam menjalankan program Pemerintah.
3)      Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter.
Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:
1)      Pelayanan kesehatan ibu
a)   Ruang lingkup:
(1)   Pelayanan konseling pada masa pra hamil
(2)   Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
(3)   Pelayanan persalinan normal
(4)   Pelayanan ibu nifas normal
(5)   Pelayanan ibu menyusui
(6)   Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
b)   Kewenangan:
(1)   Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusat
(2)   Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk
(3)   Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
(4)   Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintah
(5)   Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolah
(6)   Pemberian konseling dan penyuluhan
(7)   Pemberian surat keterangan kelahiran
(8)   Pemberian surat keterangan kematian

 
















BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Perdarahan ante partum merupakan perdarahan yang terjadi pada ibu hamil diatas 28 minggu atau kehamilan tua maka sering digolongkan perdarahan pada trimester III.
Abortus adalah penghentian hasil kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas sebelum usia kehamilan 20-22 minggu, dan berat badan janin kurang dari 500 gram.
Kewenangan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan adalah Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

B.     Saran
Perdarahan pada ibu hamil merupakan situasi darurat yang memerlukan perhatian khusus dalam pelayanan asuahan kebidanan dan penanganan tepat karena dapat saling mempengaruhi maupun merugikan bagi ibu dan janinnya sehingga sebagai tenaga kesehatan, khususnya bidan harus melakukan penanganan sesegera mungkin, bila perlu harus melakukan rujukan ke Rumah sakit yang memiliki fasilitas obstetri dan neonatal.














DAFTAR PUSTAKA


Fadlun, Feryanto, Achmad. 2012. Asuhan Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.

Maryunani,Anik. 2012. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam Kebidanan. Jakarta : TIM.

Mochtar,Rustam.2008. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Rukiyah AY., Yulianti L., dkk. 2013. Asuhan Kebidanan I Kehamilan. Jakarta: Trans Info Media.

Sarwono Prawiraharjo, Hanifa Wiknjosastro. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Yeyeh,Ai Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info Media
Obstetric,William.Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar