PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Di Indonesia sampai saat ini ada tiga penyebab utama
kematian ibu, yaitu perdarahan pre-eklamsi dan infeksi. Perdarahan sebelum
sewaktu dan sesudah bersalin adalah kelainan yang berbahaya dan mengancam ibu.
Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan yang
berbahaya.
Perdarahan pada kehamilan Trimester III merupakan
perdarahan yang terjadi pada ibu hamil dengan perdarahan antepartum. Perdarahan
antepartum sering terjadi pada kehamilan tua. Perdarahan pada kehamilan selalu
dianggap sebagai kelainan yang berbahaya. Frekuensi perdarahan ante partum
sekitar 3% sampai 4% dari semua persalianan, sedangkan kejadian perdarahan
antepartum di rumah sakit lebih tinggi karena menerima rujukan. HAP
(Haemorraghic Ante Partum) biasanya : 3% dari persalinan 28,3% kematian perinatal. Penanganan perdarahan
ante partum memerlukan perhatian karena dapat saling memepengaruhi dan
merugikan janin dan ibunya. Setiap perdarahan antepartum yang dijumpai oleh
bidan, sebaiknya dirujuk ke rumah sakit atau ke tempat dengan fasilitas yang
memadai karena memerlukan tatalaksana khusus.
B.
Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk
mengetahui penyebab dan tanda bahaya pada perdarahan antepartum dan cara
penenganannya.
C. Rumusan
masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan dapat dirumuskan masalah “bagaimana
penanganan perdarahan anterpartum”.
D.
Manfaat
Manfaat yang diperoleh dengan mempelajari perdarahan yang terjadi pada Trimester III
yaitu perdarahan ante partum sehingga penulis dapat mengetahui pencegahan dan
penanggulangan perdarahan, selain itu penulis dapat mengetahui bahaya dan
resikonya pada ibu dan janin.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
PERDARAHAN ANTEPARTUM
Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang
terjadi pada ibu hamil diatas 28 minggu atau kehamilan tua maka sering
digolongkan perdarahan pada trimester III.
Pedarahan antepartum biasanya di batasi pada
perdarahan jalan lahir setelah kehamilan 28 minggu, walaupun patologi yang sama
dapat pula terjadi pada kehamilan sebelum 28 minggu. Perdarahan setelah
kehamilan 28 minggu biasanya lebih banyak & lebih berbahaya dari pada
sebelum kehamilan 28 Minggu, oleh karena itu memerlukan penanganan berbeda.
1.
PLASENTA PREVIA
a. Pengertian
Plasenta Previa :
Plasenta previa ialah plasenta yang
letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi
sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta
terletak dibagian atas uterus.
b. Klasifikasi
Plasenta previa didasarkan atas
terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu tertentu.
Jenis plasenta previa yaitu:
1) Plasenta
previa totalis : seluruh pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
2) Plasenta
previa lateralis/parsialis : sebagian pembukaan jalan lahir tertutup plasenta.
3) Plasenta
previa marginalis : pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan.
4) Plasenta
letak rendah : plasenta yang letaknya abnormal pada segmen bawah uterus, tapi
belum sampai menutupi pembukaan jalan lahir.
Pinggir plasenta berada kira-kira 3 atau 4 cm diatas
pinggir pembukaan, sehingga tidak akan teraba pada pembukaan jalan lahir.
Karena klasifikasi tidak didasarkan pada keadaan anatomik melainkan fisiologis,
maka klasifikasi akan berubah setiap waktu Frekuensi Plasenta previa terjadi
kira-kira 1 diantara 200 persalinan.
c. Etiologi
Plasenta previa pada primigravida
yang berumur > 35 Th , 10 kali lebih sering dibandingkan dengan primigravida
yang berumur < 25 Tahun.
d. Gambaran
klinik :
1) Darah
yang keluar berwarna merah segar
2) Perdarahan
biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua keatas (28 minggu keatas)
3) Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri.
4) Perdarahan
kembali terjadi tanpa suatu sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian.
5) Perdarahan
pada plasenta previa bersifat berulang-ulang karena setelah terjadi pergeseran
antara plasenta dan dinding rahim. Oleh karena itu, regangan dinding rahim dan
tarikan pada serviks berkurang, tetapi dengan majunya kehamilan renggangan
bertambah kembali dan menimbulkan perdarahan baru. Pada setiap pengulangan
terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan hampir mengalir.
6) Pada
plasenta letak rendah plasenta baru terjadi pada waktu mulai persalinan.
7) Perdarahan
bisa sedikit sampai banyak mirip pada solusio plasenta.
8) Perdarahan
diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu berkontraksi sekuat segmen
atas rahim. Dengan demikian perdarahan
bisa berlangsung sampai pasca persalinan.
9) Serviks
dan segmen bahwah rahim pada plasenta previa menjadi rapuh sehingga
memperbanyak terjadinya perdarahan.
10)Bagian
terendah janin sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat didekati pintu atas panggul
10) Kadang
terdapat keainan letak pada janin dimana letak janin tidak dalam letak
memanjang.
11) Pada
palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.
Tanda utama plasenta previa adalah perdarahan tanpa
alasan, maka sesegera mungkin pasien datang ke Rumah Sakit untuk mendapatkan
pertolongan.
e. Penentuan
letak plasenta previa
1)
Penentuan letak
plasenta secara langsung.
Perabaan
fornises / melalui kanalis servikalis, berbahaya karena dapat menimbulkan
perdarahan banyak.
2)
Penentuan letak
plasenta tidak langsung
a)
USG adalah cara yang sangat tepat, karena tidak
menimbulkan bahaya radiasi bagi ibu dan
janinnya & tidak menimbulkan rasa nyeri.
b)
Diagnosis, setiap perdarahan
antepartum, pertama kali harus dicurigai bahwa penyebabnya ialah plasenta
previa, solusio plasenta dll.
c)
Anamnesis,
perdarahan jalan lahir pada kehamilan setelah 28 minggu berlangsung tanpa
nyeri, tanpa alasan, terutama pada multigravida. Banyak perdarahan tidak dapat
dinilai dari anamnesis, melainkan dari pemeriksaan hematokrit.
d)
Pemeriksaan luar,
bagian terbawah janin biasanya belum masuk PAP, apabila presentasi kepala
biasanya kepala masih terapung diatas PAP & sukar didorong ke dalam PAP.
e)
Pemeriksaan
inspekulo, bertujuan untuk mengetahui apakah
perdarahan berasal dari ostium uteri eksternum atau dari kelainan
serviks & vagina, seperti erosio porsionis uteri, karsinoma porsio uteri,
polipus serviks uteri, varises vulva & trauma. Apabila perdarahan berasal
dari ostium uteri eksternum harus dicurigai plasenta previa.
f. Penanganan
1)
Prinsip dasar
penanganan
Setiap ibu
dengan perdarahan antepartum harus segera dikirim ke Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas untuk melakukan transfusi darah & operasi.
a)
Penanganan pasif
Jika perdarahan diperkirakan tidak membahayakan
(1)
Janin masih
premature dan masih hidup
(2)
Umur kehamilan
kurang dari 37 Minggu
(3)
Tafsiran berat
janin belum sampai 2500 gram
(4)
Tanda persalinan
belum mulai dapat dibenarkan untuk menunda persalinan sampai janin dapat hidup
di luar kandungan lebih baik.
(5)
Tidak boleh
dilakukan pemeriksaan dalam (VT)
(6)
Tangani anemia
(7)
Untuk menilai
banyaknya perdarahan harus lebih didasarkan pada pemeriksaan hemoglobin &
hematokrit secara berkala, dari pada memperkirakan banyaknya darah yang hilang
pervaginam.
Tujuan penanganan pasif : Pada kasus tertentu sangat bermanfaat untuk
mengurangi angka kematian neonatus yang tinggi akibat prematuritas. Pada
penanganan pasif ini tidak akan berhasil untuk angka kematian perinatal pada
kasus plasenta previa sentralis.
b)
Penanganan aktif
(1)
Perdarahan di nilai
membahayakan
(2) Terjadi
pada kehamilan lebih dari 37 Minggu
(3) Tafsiran
berat janin lebih dari 2500 gram tanda persalinan sudah mulai
(4) Pemeriksaan
dalam boleh dilakukan di meja operasi.
g.
Terdapat 2 pilihan cara persalinan :
1)
Persalinan
pervaginam
Bertujuan agar bagian terbawah janin menekan
plasenta & bagian plasenta yang berdarah selama persalinan berlangsung.
Sehingga perdarahan berhenti dapat dilakukan dengan cara :
a)
Pemecahan selaput
ketuban karena
(1) Bagian terbawah janin menekan plasenta dan bagian
plasenta yang berdarah
(2) Bagian plasenta yang berdarah dapat bebas mengikuti
regangan segmen bawah uterus sehingga pelepasan plasenta dapat dihindari
b)
Pemasangan Cunam Willett dan versi Braxton Hiks
2)
Seksio sesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesarea adalah
untuk menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap dilakukan.
2.
VASA PREVIA
a.
Pengertian
Vasa previa adalah keadaaan dimana pembuluh darah
janin berada di dalam selaput ketuban dan melewati ostium uteri internum
kemudian sampai ke dalam insersinya pada tali pusat.
Perdarahan terjadi bila selaput ketuban yang
melewati pembukaan serviks robek atau pecah dan vascular janin pun ikut
terputus.
Factor resiko antara lain pada plasenta bilobata,
plasenta suksenturiata, plasenta letak rendah, kehamilan pada vertilasi in
vitro, dan kehamilan ganda terutama triplet. Secara teknis keadaan ini
dimungkinkan pada dua situasi yaitu pada insersio velamentosa dan plasenta
suksenturiata.
b.
Penanganan
Kejadian vasa previa sangat bergantung pada status
janin bila ada keraguan tentang viabilitas janin maka tentukan lebih dulu umur
kehamilan, ukuran janin, maturitas paru dan pemantauan kesejahteraan janin
dengan USG dan kardiotopografi. Bila janin hidup dan cukup matur dapat
dilakukan seksio sesaria segera namun bila janin sudah meninggal atau imatur,
dilakukan persalinan pervaginam.
3.
SOLUSIO PLASENTA
a.
Pengertian
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dalam
kehamilan viable, dimana plasenta yang tempat implantasinya normal (pada fundus
atau korfus) terkelupas atau terlepas sebelum kala III (Achadiat,2006). Sinonim
dari solusio plasenta adalah Abrupsion plasenta.
Solusio plasenta adalah : terlepasnya plasenta dari
tempat implantasinya yang normal dari uterus, sebelum janin dilahirkan. Defenisi
ini berlaku pada kehamilan dengan usia kehamilan (masa gestasi) di atas 22
minggu atau berat janin diatas 500 gr. Proses solusio plasenta dimulai dengan
terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang menyebabkan hematoma
retroplasenter (Saefuddin AB,2006).
Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari
tempat implantasinya yang normal pada uterus, sebelum janin dilahirkan.(Sarwono
prawirohardjo 2009).
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dari
tempat implantasinya pada korpus uteri sebelum bayi lahir. dapat terjadi pada
setiap saat dalam kehamilan. Terlepasnya plasenta dapat sebagian
(parsialis),atau seluruhnya(totalis) atau hanya rupture pada tepinya (rupture
sinus marginalis) (dr.Handayo,dkk)
Perdarahan pada solusio plasenta sebenarnya lebih
berbahaya daripada plasenta previa oleh karena pada kejadian tertentu
perdarahan yang tampak keluar melalui vagina hampir tidak ada / tidak sebanding
dengan perdarahan yang berlangsung internal yang sangat banyak pemandangan yang
menipu inilah yang sebenarnya yang membuat solusio plasenta lebih berbahaya
karena dalam keadaan demikian seringkali perkiraan jumlah, darah yang telah
keluar sukar diperhitungkan, padahal janin telah mati dan ibu berada dalam
keadaan syok.
b.
Klasifikasi
Solusio Plasenta ada beberapa macam yaitu:
diantaranya plasenta dapat terlepas pada pinggirnya saja, (rupture sinus
marginalis) dapat pula terlepas lebih luas (solusio plasenta parsialis), atau
juga seluruh permukaan maternal plasenta terlepas (solusio plasenta totalis).
Perdarahan yang terjadi dalam banyak kejadian akan merembes antara plasenta dan
miometrium untuk seterusnya mengalir di bawah selaput ketuban dan akhirnya
memperoleh jalan ke kanalis servikalis dan keluar melalui vagina. Solusio
plasenta ada kalanya darah tidak keluar melalui vagina jika:
1)
Bagian plasenta
sekitar perdarahan masih melekat pada dinding rahim
2)
Selaput
ketuban masih melekat pada dinding rahim
3)
Perdarahan
masuk ke dalam kantong ketuban setelah selaput ketuban pecah karenanya.
4)
Bagian
terbawah janin umumnya kepala, menempel ketat pada segmen bawah rahim
Secara klinis solusio plasenta dibagi berdasarkan
berat ringannya gambaran klinis dengan luasnya permukaan plasenta yang
terlepas, yaitu solusio plasenta ringan, solusio plasenta sedang, dan solusio
berat.
1)
Solusio
plasenta ringan
a)
Plasenta kurang
dari ¼ luasnya.
b)
Tidak memberikan
gejala klinis dan ditemukan setelah persalinan
c)
Keadaan umum ibu dan
janinnya tidak mengalami gangguan
d)
Persalinan berjalan
dengan lancar pervaginam
2)
Solusio
plasenta sedang
a)
Terlepasnya
plasenta lebih dari ¼ bagian tapi belum mencapai 2/3 bagian.
b)
Dapat menimbulkan
gejala klinik seperti: perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak
janin berkurang, palpasi bagian janin sulit teraba, auskultasi jantung janin
dapat terjadi asfiksia ringan dan sedang.
c)
Pada pemeriksaan
dalam ketuban menonjol.
d) Dapat
terjadi pembekuan darah.
3)
Solusio
palsenta berat
a) Lepasnya
plasenta lebih dari 2/3 bagian.
b) Terjadi
perubahan disertai nyeri
4) Penyulit
bagi ibu seperti:
a)
Terjadi syok dengan
tekanan darah menurun, nadi dan pernafasan meningkat.
b)
Dapat terjadi
gangguan pembekuan darah.
c)
Pada pemeriksaan
dijumpai turunnya tekanan darah sampai syok, tidak sesuai dengan perdarahan dan
penderita tampak anemis.
d)
Pemeriksaan abdomen
tegang, bagian janin sulit diraba, dinding perut sakit, dan janin telah
meninggal dalam rahim.
e)
Pemeriksaan dalam
ketuban tegang dan menonjol.
f)
Solusio plasenta
berat dengan couvelarie uterus terjadi gangguan kontraksi dan Antonia uteri.
c.
Penyebab
solusio Plasenta
Penyebab terjadinya solusio plasenta antara lan:
1)
Trauma langsung
terhadap uterus hamil:
a)
Terjatuh atau
tertelungkup
b)
Tendangan anak yang
sedang digendong
c)
Atau trauma laiannya.
d) Trauma kebidanan artinya solusio plasenta terjadi karena
tindakan kebidanan yang dilakukan:
e) Setelah versi luar
f) Setelah memecahkan ketuban
g) Persalinan anak kedua hamil kembar.
2)
Dapat terjadi pada
kehamilan dengan tali pusat yang pendek. Factor predisposisi terjadinya solusio
plasenta adalah:
a)
Hamil pada usia tua
b)
Mempunyai tekanan
darah tinggi
c)
Bersamaan dengan
preeklamsia dan eklamsia
d)
Tekanan vena cava
inferior yang tinggi
e)
Kekurangan asam
folat
d.
Gambaran
Klinis
1)
Solusio plasenta
ringan
Solusio plasenta ringan tidak ada gejala kecuali hematoma yang berukuran
beberapa cm terdapat pada permukaan maternal plasenta. Rasa nyeri pada perut
masih ringan dan darah yang keluar masih sedikit, sehingga belum keluar melalui
vagina. Tanda-tanda vital dan keadaan umum ibu ataupun janin masih baik. Pada
inspeksi dan auskultasi tidak dijumpai kelainan kecuali pada palpasi sedikit
terasa nyeri local pada tempat terbentuk hematom dan perut sedikit tegang
bagian-bagian masih bisa diraba.
2)
Solusi plasenta
sedang
Gejala dan tanda sudah jelas seperti rasa nyeri pada perut yang terus
menerus, denyut jantung janin biasanya telah menunjukkan gawat janin, peredaran
tampak keluar lebih banyak, takikardia, hipotensi kulit dingin dan keringatan,
oliguria mulai ada, kadar fibrinogen berkurang antara 150-250 mg/ 100 ml dan
mungkin kelainan pembekuan darah dan gangguan fingsi ginjal sudah mulai ada.
3)
Solusio Plasenta
Berat
Perut sangat nyeri dan tegang serta keras seperti papan disertai perdarahan
yang berwarna hitam, sehingga palpasi bagian-bagian janin tidak mungkin lagi
dilakukan. Fundus uteri lebih tinggi daripada seharusnya hal ini terjadi karena
penumpukan darah di dalam rahim. Jika dalam masa observasi tinggi fundus
bertambah lagi berarti perdarahan baru berlangsung. Pada inspeksi rahim
keliatan membuat dan kulit diatasnya kencang dan berkilat. Pada auskultasi DJJ
tidak terdengar lagi akibat gangguan anatomic dan fungsi plasenta. Keadaan umum
menjadi buruk disertai syok. Hipofibrinogemia atau rendah kadar fibrinogen di
dalam darah dan oliguria telah terjadi sebagai akibat komplikasi pembekuan
darah intravascular yang luas dan gangguan fungsi ginjal. Kadar fibrinogen
darah rendah yaitu kurang dari 150 mg% dan telah ada trombositopenia.
e.
Diagnose
solusio plasenta dapat dilakukan dengan :
1)
Anamnesa
a)
Terdapat perdarahan
disertai rasa nyeri
b)
Terjadi spontan
atau karena trauma
c)
Perut terasa nyeri
d)
Diikuti penurunan
sampai terhentinya gerakan janin dalam rahim.
2)
Pemeriksaan fisik
umum
a)
Keadaan umum
penderita tidak sesuai dengan jumlah perdarahan
b)
Tekanan darah
menurun, nadi dan pernafasan meningkat
c)
Penderita tampak
anemis
3)
Pemeriksaan khusus
a)
Palpasi abdomen
(1)
Perut tegang terus
menerus
(2)
Terasa nyeri saat
palpasi
(3)
Bagian janin sukar
ditentukan
b)
Auskultasi
Denyut
jantung janin bervariasi dari asfiksia ringan sampai berat.
c) Pemeriksaan dalam
(1)
Terdapat pembukaan
(2)
Ketuban tegang dan
menonjol
(3)
Pemeriksaan
penunjang dengan USG, dijumpai perdarahan antara plasenta dan dinding abdomen.
f.
Komplikasi
1)
Penyulit komplikasi
ibu
a)
Perdarahan yang dapat
ditiimbulkan variasi turunnya tekanan darah sampai keadaan syok, perdarahan
yang terjadi tidak sesuai dengan keadaan penderita anemis sampai syok, dan
kesadaran penderita dari baik sampai koma.
b)
Gangguan pembekuan
darah disebabkan karena masuknya tromboplastin ke dalam sirkulasi darah
menyebabkan pembekuan darah intravascular dan disertai hemolisis. Selain itu,
juga terjadi penurunan fibrinogen sehingga hipofibrinogen dapat menggangu
pembekuan darah.
c)
Oliguria, hal ini
terjadi karena terdapatnya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan
produksi urin makin berkurang.
d)
Perdarahan
postpartum, pada solusio plasenta sedang sampai berat terjadi infiltrasi darah
ke otot rahim, sehingga menggangu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena
Atonia uteri, dan kegagalan pembekuan darah dapat menambah beratnya perdarahan.
2)
Penyulit pada janin
Perdarahan yang tertimbun dibelakang palsenta mengganggu sirkulasi dan
nutrisi ke arah janin sehingga dapat menimbulkan asfiksia ringan sampai berat
dan kematian di dalam rahim. Kematian janin tergantung dari seberapa bagian
plasenta telah lepas dari implantasi di fundus uteri.
g.
Penanganan
1)
Penanganan solusio
plasenta harus dilakukan rawat inap di rumah sakit yang memadai
2)
Cek kadar Hb dan
golongan darah serta gambaran pembekuan darah.
3)
Jika diagnose belum
jelas dan janin masih hidup tanpa tanda-tanda gawat janin observasi ketat
dengan kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan untuk intervasi jika
sewaktu-waktu muncul kegawatan.
4)
Persalinan mungkin
pervaginam atau juga mungkin perabdominal tergantung pada banyaknya perdarahan,
telah ada tanta-tanda persalinan spontan atau belum, dan tanda-tanda gawat
janin.
5)
Penanganan terhadap
solusio plasenta bisa bervariasi sesuai berat ringannya penyakit, usia ibu,
serta keadaan ibu dan janinnya.
6)
Jika janin masih hidup
dan cukup bulan serta belum ada tanda-tanda persalinan pervaginam maka
dilakukan bedah sesar.
7)
Pada perdarahan
pervaginam cukup banyak segera lakukan resusitasi dengan dengan pemberian transfusi darah dan
kristaloid yang cukup diikuti persalinan cepat untuk mengendalikan perdarahan
dan menyelamatkan ibu dan janin.
8)
Bedah Caesar
dilakukan pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin.
9)
Jika janin mati
dalam rahim maka lebih sering dipilih persalinan pervaginam kevuali jika ada
perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah atau ada indikasi
obstetric untuk melakukan persalinan perabdominal.
10) Pada persalinan pervaginam diperlukan upaya stimulasi
miometrium secara secara farmakologi atau masase agara kontraksi miometrim
baik. Hal ini untuk mencegah terjadinya perdarahan sekalipun masih terjadi
gangguan pembekuan darah.
4.
STANDAR PELAYANAN KEBIDANAN
Standar
Penanganan Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal
Standar 16 : Penanganan
Perdarahan Dalam Kehamilan Pada Trimester III
Tujuan : Mengenali dan
melakukan tindakan cepat dan tepat perdarahan dalam trimester III kehamilan.
Pernyataan Standar : Bidan
mengenali secara tepat tanda dan gejala perdarahan pada kehamilan, serta
melakukan pertolongan pertama dan merujuknya.
Proses, Bidan harus :
1. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir,
kemudian keringkan hingga betul-betul kering dengan handuk bersih setiap kali
sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan pasien. Gunakan sarung tangan
bersih kapan pun menangani benda yang terkontaminasi oleh darah atau cairan
tubuh.
2. Memeriksa dan merujuk ibu hamil yang mengalami perdarahan
dari jalan lahir. (Semua perdarahan yang bukan show, adalah kelainan)
3. Berikan penyuluhan dan nasehat tentang bahaya perdarahan
dari jalan lahir sebelum bayi lahir kepada ibu dan suami/keluarganya pada
setiap kunjungan.
4. Nasehati ibu hamil, suaminya atau keluarganya untuk
memanggil bidan bila terjadi perdarahan atau nyeri hebat di daerah perut
kapanpun dalam kehamilan.
5. Lakukan penilaian keadaan umum ibu dan perkiraan usia
kehamilannya.
6. Jangan melakukan periksa dalam. (Perdarahan pada
kehamilan diatas 22 minggu biasanya karena plasenta previa. Periksa dalam akan
memperburuk perdarahan).
7. Rujuk ibu yang mengalami perdarahan pervaginam pada trimester
III ke rumah sakit terdekat.
8. Jika tanda atau gejala syok jelas terlihat atau jika ibu
mengalami perdarahan hebat, rujuk segera.
Gejala dan
Tanda Syok :
a)
Nadi lemah dan cepat
(110x/menit atau lebih)
b)
Tekanan darah sangat rendah
: tekanan sistolik < 90 mmHg
c)
Nafas cepat (Frekuensi
pernafasan 30x/menit atau lebih)
d)
Air seni kurang dari 30
cc/jam
e)
Bingung, gelisah atau
pingsan
f)
Berkeringat atau kulit
menjadi dingin dan basah pucat.
|
·
Sebaiknya baringkan
ibu dengan posisi miring ke sisi kiri dan ganjal tungkainya dengan bantal.
a) Berikan cairan intravena NaCl 0,9% atau Ringer Laktat.
Infus diberikan dengan tetesan cepat sesuai kondisi ibu. Dengan menggunakan
teknik aseptik mulai IV dengan Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, menggunakan jarum
berlubang besar (16 atau 18G). Berikan cairan IV dengan tetesan cepat hingga
denyut nadi ibu membaik.
b) Dampingi ibu ke tempat rujukan. Periksa dan catat dengan
seksama tanda-tanda vital (pernafasan, nadi dan tekanan darah) setiap 15 menit
sampai tiba di rumah sakit.
c) Selimuti ibu dan jaga agar tetap hangat selama perjalanan
ke tempat rujukan, jangan membuat ibu kepanasan.
9. Perkirakan seakurat mungkin jumlah kehilangan darah.
(Seringkali perkiraan jumlah kehilangan darah kurang dari jumlah sebenarnya.
Cara yang lebih tepat untuk memperkirakan kehilangan darah adalah dengan
menimbang semua bahan yang terkena darah).
10. Buat catatan lengkap (keterangan mengenai perdarahan,
golongan, jumlah perdarahan dan riwayat tentang kapan terjadinya peradarahan,
hal ini penting untuk diagnosa banding dan perkiraan penggantian cairan).
Dokumentasi dengan seksama semua perawatan yang diberikan).
11. Dampingi ibu hamil yang dirujuk ke rumah sakit dan
mintalah keluarga yang akan menyumbangkan darahnya untuk ikut serta.
12. Mengikuti langkah-langkah untuk merujuk.
B.
ABORTUS
1.
Pengertian Abortus
Abortus
adalah keadaan terputusnya suatu kehamilan dimana fetus belum sanggup hidup
sendiri di luar uterus. Belum sanggup diartikan apabila fetus itu beratnya
terletak antara 400-1000 atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu.
Abortus
adalah penghentian hasil kehamilan sebelum janin mencapai viabilitas sebelum
usia kehamilan 20-22 minggu, dan berat badan janin kurang dari 500 gram.
Abortus adalah berakhirnya kehamilan
dengan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup di luar kandungan
dengan usia gestasi kurang dari 20 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram
(Murray,2007).
Abortus
adalah penghentian atau berakhirnya suatu kehamilan sebelum janin viabel (dalam
konteks ini, usia kehamilan 20 minggu) (Helen Farrer. 2007 hal. 53).
Beberapa
definisi diatas dapat diketahui bahwa abortus merupakan terhentinya kehamilan
sebelum janin dapat hidup diluar uterus.
2.
Etiologi
Abortus
sering terjadi pada wanita umur kurang dari 20 tahun dan wanita lebih dari 35 tahun,
Jumlah paritas tinggi, Kelainan dari ovariun dan spermatozoa dimana kalau terjadi
pembuahan hasilnya adalah pembuahan yang patologis, Kesalahan-kesalahan pada
ibu, yaitu disfungsi tiroit, kesalahan korpus luteum, kesalahan plasenta yaitu tidak
sanggupnya plasenta menghasilkan progesteron, Keadaan gizi ibu hamil, hipertensi
karena kelainan pembuluh darah sirkulasi pada plasenta/villi terganggu dan
fetus jadi mati.
Etiologi yang menyebabkan terjadinya abortus adalah sebagai berikut :
a.
Kelainan pertumbuhan hasil konsepsi : kelaina kromosom,
lingkungan nidasi kurang sempurna, dan pengaruh luar.
b.
Infeksi akut, pneumonia, pielitis, demam tifoid,
toksoplasmosis, dan HIV.
c.
Abnormalitas traktus genitalis, serviks inkompeten,
dilatasi serviks berlebihan, robekan serviks, dan retroversion uterus.
d.
Kelainan plasenta.
3.
Klasifikasi
Aborsi
dapat dibagi atas dua golongan:
a.
Aborsi spontan adalah
abortus yang terjadi secara alami tanpa adanya upaya-upaya dari luar (buatan)
untuk mengakhiri kehamilan tersebut.
b.
Aborsi provokatus (induced
abortion) adalah yang terjadi akibat adanya upaya-upaya tertentu untuk
mengakhiri proses kehamilan atau disengaja, baik dengan memakai obat-obatan
maupun alat-alat. Abortus ini terbagi lagi menjadi dua yaitu:
1. Abortus medisinalis adalah abortus karena tindakan kita
sendiri, dengan alasan bila kehamilan dilanjutkan dapat membahayakan jiwa ibu
(berdasarkan indikasi medis).
2. Abortus Kriminalis adalah abortus yang tejadi karena
tindakan-tindakan yang tidak legal atau tidak berdasarkan indikasi medis.
4.
Gambaran Klinis
a.
Abortus Kompletus
(keguguran lengkap artinya seluruh hasil konsepsi dikeluarkan (desidua dan
fetus), sehingga rongga rahim kosong.
b.
Abortus inkompletus
(keguguran tersisa) : hanya sebagian dari hasil konsepsi yang dikeluarkan dan yang tertinggal adalah
desidua atau plasenta. Tanda dan gejala : amenorrhea, sakit perut dan
mules-mules, perdarahan yang bisa sedikit atau banyak, sudah keluar fetus atau
jaringan, pada pemeriksaan dalam didapati serviks membuka, kadang-kadang dapat
diraba sisa-sisa jaringan dalam kanalis atau kavum uter, dan ukuran uterus
berukuran kecil dari seharusnya.
c.
Abortus insipiens (keguguran
sedang berlangsung) : abortus yang sedang berlangsung dengan ostium sudah
terbuka dan ketuban yang teraba dan kehamilan tidak dapat dipertahankan.
d.
Abortus iminens
(keguguran membakat) : keguguran membakat dan akan terjadi. Dalam hal ini
keluarnya fetus masih dapat dicegah dengan memberikan obat-obatan hormonal dan
antispasmodika sersta istirahat.
e.
Missed abortion :
kejadian dimana janin sudah mati, tetap berada dalam rahim dan tidak
dikeluarkan selama 2 bulan atau lebih.
f.
Abortus habitualis
(keguguran berulang): keadaan dimana penderita mengalami keguguran berturut-turut
3 kali atau lebih. Kalau seesorang penderita telah mengalami 2 kali abortus
berturut-turut maka optimisme untuk kehamilan berikutnya berjalan normal adalah
sekitar 63%.
g.
Abortus infeksiosus
dan abortus septic,: abortus infesiosus adalah keguguran disertai infeksi
genital sedangkan abortus septic adalah keguguran disertai infeksi berat dengan
penyebaran kuman atau toksiknya ke dalam peredaran darah atau peritoneum.
5.
Komplikasi
Komplikasi
yang dapat terjadi pada ibu adalah: Perdarahan (hemorrhage ), Perforasi: sering
terjadi sewaktu dilatasi dan kuretase yang dilakukan oleh tenaga yang tidak
ahli, Infeksi dan tetanus, Payah ginjal akut, Syok pada abortus disebabkan oleh
perdarahan yang banyak disebut syok hemoragik. Infeksi berat atau sepsis
disebut syokseptik atau endoseptik. Komplikasi yang dapat terjadi pada janin
adalah : Kematian pada janin
(Mitayani, 2009:22-23).
6.
Penanganan
a.
Abortus Imminens
1)
Berikan informent
consent. Bila ibu masih menghendaki kehamilan tersebut, maka pengelolaan harus
maksimal untuk mempertahankan kehamilan ini.
2)
Test urine
3)
Pemeriksaan USG
4)
Penderita melakukan
tirah baring sampai perdarahan terhenti.
5)
Bisa diberikan
spasmolitik agar uterus tidak berkontraksi atau diberikan tambahan hormon
progesterone atau derivatnya untuk mencegah terjadinya abortus.
6)
Penderita boleh dipulangkan
setelah tidak terjadi perdarahan dengan pesan khusus tidak boleh berhubungan
seksual sampai lebih kurang 2 minggu.
b.
Abortus Insipiens
1)
Berikan informent
consent
2)
Test urine
3)
Pemeriksaan USG
4)
Perhatikan keadaan
umum pasien dan perubahan keadaan hemodinamik yang terjadi dan lakukan segera
tindakan evakuasi / pengeluaran hasil konsepsi disusul kuretase jika perdarahan
banyak
5)
Berikan uterotonika
6)
Pasca tindakan
perlu perbaikan keadaan umum, pemberian uterotonika dan antibiotic profilaksis.
c.
Abortus Inkomplet
1)
Berikan informent
consent
2)
Test urine
3)
Pemeriksaan USG
hanya dilakukan bila kita ragu dengan pemeriksaan secara klinis
4)
Bila terjadi
perdarahan yang hebat segera melakukan pengeluaran sisa hasil konsepsi secara
manual agar jaringan yang mengganjal terjadinya kontraksi uterus segera
dikeluarkan, kontraksi uterus dapat berlangsung baik dan perdarahan bisa
terhenti.
5)
Selanjutnya lakukan
tindakan kuretase
6)
Pasca tindakan
diberikan uterotonika parenteral atau per oral dan antibiotika.
d.
Abortus Komplet
1)
Pemeriksaan USG
tidak perlu dilakukan bila pemeriksaan secara klinis telah memadai
2)
Pemeriksaan urine
biasanya masih positif sampai 7-10 hari setelah abortus
3)
Pengelolaan
penderita tidak memerlukan tindakan khusus ataupun pengobatan. Biasanya hanya
diberi robonsia atau hematenik bila keadaan pasien memerlukan.
4)
Uterotonika tidak
perlu diberikan.
e.
Missed Abortion
1)
Berikan informent
consent
2)
Pemeriksaan n
urine
3)
Pemeriksaan USG
4)
Pada umur kehamilan
kurang dari 12 minggu tindakan evakuasi dapat secara langsung dengan melakukan
dilatasi dan kuretase bila serviks uterus memungkinkan.
5)
Bila umur kehamilan
diatas 12 minggu atau kurang dari 20 minggu dengan serviks uterus yang masih
kaku dianjurkan untuk melakukan induksi terlebih dahulu untuk mengeluarkan
janin atau mematangkan kanalis serviks. Beberapa cara dapat dilakukan antara
lain dengan pemberian infuse intravena cairan oksitosin dimulai dari dosis 10
unit dalam 500 cc dekstrose 5% tetesan, 20 tetes per menit dan dapat diulangi
sampai total oksitosin 50 unit dengan tetesan dipertahankan untuk mencegah
terjadinya retensi cairan tubuh.
6)
Jika tidak
berhasil, penderita diistirahatkan satu hari dan kemudian induksi diulangi
biasanya maksimal 3 kali
7)
Setelah janin atau
jaringan hasil konsepsi berhasil keluar dengan induksi ini dilanjutkan dengan
tindakan kuretase sebersih mungkin
8)
Pada dekade ini
banyak tulisan yang telah menggunakan prostaglandin atau sintesisnya untuk
melakukan induksi pada missed abortion. Salah satu cara yang banyak disebutkan
adalah dengan cara pemberian mesoprostol secara sublingual sebanyak 400 mg yang
dapat diulangi dua kali dengan jarak 6 jam
9)
Apabila terjadi
hipofibrinogenemia perlu disiapkan transfuse darah atau fibrinogen
10) Pasca tindakan kalau perlu dilakukan pemberian infuse
intravena cairan oksitosin dan pemberian antibiotika.
f.
Abortus Habitualis
Jika ibu belum hamil lagi, hendaknya waktu itu digunakan untuk melakukan
pemeriksaan lengkap dalam usaha mencari kelainan yang mungkin menyebabkan
abortus habitualis itu.
Disamping pemeriksaan umum dengan memperhatikan gizi dan bentuk badan
penderita, dilakukan pula pemeriksaan suami-istri, antara lain pemeriksaan
darah dan urin rutin, pemeriksaan golongan darah, factor Rh, dan tes terhadap
sifilis; selanjutnya pada isteri dibuatkan kurve harian glucose darah dan
diperiksa fungsi tiroid, dan pada suami diperiksa sperma.
Perlu diselidiki pula, apakah ada kelainan anatomic, baik kelainan bawaan
atau kelainan yang terjadi setelah melahirkan. Laserasi pada serviks uteri dan
adanya mioma uteri dapat ditemukan pada pemeriksaan ginekologik, sedang mioma
uteri submukosum, uterus septus dan serviks uteri inkompeten dapat diketahui
dengan melakukan histerogafi. Kadang-kadang perlu dilakukan laparoskopi untuk
mendapat gambarang yang lebih jelas tentang kelainan anatomic pada uterus.
g.
Abortus infeksiosus
1)
Pengelolaan pasien
ini harus mempertimbangkan kesinambungan cairan tubuh dan perlunya pemberian
antibiotika yang adekuat sesuai dengan kultur dan sensivitas kuman yang diambil
dari darah dan cairan fluksus/ flour yang keluar pervagnam.
2)
Untuk tahap pertama
dapat diberikan penisilin 4 x 1,2 juta unit atau ampisilin 4x1 gram ditambah
gentamisin 2x80 mg dan
metronidasol 2x 1 gram.
3)
Tindakan kuretase
dilaksanakan bila keadaan tubuh sudah mebaik minimal 6 jam setelah antibiotika
adekuat diberikan, kemudian jangan lupa pada saat tindakan uterus dilindung
dengan uterutonika.
4)
Antiboitika
dilanjutkan sampai 2 hari bebas demam dan bila dalam waktu 2 hari pemberian
tidak memberikan respon harus diganti
dengan antibiotika yang lebih sesuai.
5)
Apabila ditakutkan
terjadi tetanus, perlu ditambah dengan injeksi ATS dan irigasi kanalis vagina/
uterus dengan larutan peroksida (H2O2) atau kalau perlu histerektomi total
secepatnya.
h. Kewenangan
Bidan Menurut UU Kesehatan Nomor
23/1992 pasal 15 tentang abortus
Disebutkan bahwa dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan
jiwa ibu hamil dan atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
Maksud dari kalimat ‘tindakan medis tertentu’ salah satunya adalah aborsi
Selain pengertian diatas disebutkan pula bahwa aborsi atau pengguguran
kandungan adalah terminasi (penghentian) kehamilan yang disengaja (abortus
provocatus) yaitu kehamilan
yang diprovokasi dengan berbagai macam cara sehingga terjadi pengguguran.
Sedangkan keguguran adalah kehamilan berhenti karena factor-faktor alamiah
(abortus spontaneous). Dalam dunia
kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.
Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus
Criminalis
2.
Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus
Therapeuticum
3.
Aborsi spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan
Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus
Aborsi
spontan/ alamiah berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan
karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
Aborsi
buatan/ sengaja/ Abortus Provocatus Criminalis adalah pengakhiran kehamilan
sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai
suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si
pelaksana aborsi (dalam hal ini dokter, bidan atau dukun beranak).
Aborsi
terapeutik / Abortus Provocatus therapeuticum adalah pengguguran kandungan
buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang
sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit
jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang
dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak
tergesa-gesa.
Undang – undang yang mengatur mengenai aborsi
Dalam KUHP Bab XIX Pasal 346 s/d 350
dinyatakan sebagai berikut :
1. Pasal 346 :
“Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau
menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun”.
2. Pasal 347 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang
wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua
belas tahun.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
3. Pasal 348 :
(1) Barang siapa dengan sengaja menggunakan atau mematikan kandunga seorang
wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun enam bulan.(2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita
tersebut,diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4. Pasal 349 :
“Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukankejahatan
berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam
pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat dditambah
dengan sepertiga dandapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam
manakejahatan dilakukan”.
Legalitas
Aborsi dalam Kondisi Khusus menurut Undang-Undang
Abortus
buatan, jika ditinjau dari aspek hukum dapat digolongkan ke dalam dua golongan
yakni :
1.
Abortus buatan legal (Abortus
provocatus therapcutius), yaitu pengguguran kandungan yang dilakukan menurut
syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang, karena alasan yang
sangat mendasar untuk melakukannya: menyelamatkan nyawa/menyembuhkan si ibu.
2.
Abortus buatan ilegal, yaitu
pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/ menyembuhkan
si ibu, dilakukan oleh tenaga yang tidak kompeten serta tidak memenuhi syarat
dan cara-cara yang dibenarkan oleh undang-undang.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tindakan
pengguguran kandungan yang disengaja digolongkan ke dalam kejahatan terhadap
nyawa (Bab XIX pasal 346 s/d 249). Namun dalam undang-undang Nomor 23 Tahun
1992 Tentang kesehatan pada pasal 15ayat (1) dinyatakan bahwa dalam keadaan darurat
sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, dapat dilakukan
tindakan medis tertentu. Kemudian pada ayat (2) menyebutkan tindakan medis
tertentu dapat dilakukan :
1) Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut
2) Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kemampuan untuk
itu dan dilakukan sesuai dengan tanggung jawab profesi serta pertimbangan tim
ahli
3) Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan serta suami dan
keluarga. Dalam UU No.
1 tahun 1946 tentang KUHP, UU no. 7 thn. 1984 dan UU no 3 thn.1992 aborsi tidak
boleh dilakukan kecuali dalam kondisi tertentu.
C.
KEWENANGAN
BIDAN
Kewenangan
Bidan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan
meliputi:
1)
Kewenangan normal:
a)
Pelayanan kesehatan ibu
b)
Pelayanan kesehatan anak
c)
Pelayanan kesehatan reproduksi
perempuan dan keluarga berencana
2)
Kewenangan dalam menjalankan program
Pemerintah.
3)
Kewenangan bidan yang menjalankan
praktik di daerah yang tidak memiliki dokter.
Kewenangan
normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini
meliputi:
1)
Pelayanan kesehatan ibu
a) Ruang
lingkup:
(1)
Pelayanan konseling pada masa pra
hamil
(2)
Pelayanan antenatal pada kehamilan
normal
(3)
Pelayanan persalinan normal
(4)
Pelayanan ibu nifas normal
(5)
Pelayanan ibu menyusui
(6)
Pelayanan konseling pada masa antara
dua kehamilan
b) Kewenangan:
(1)
Melakukan asuhan bayi baru lahir
normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi menyusu dini (IMD),
injeksi vitamin K perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan
perawatan tali pusat
(2)
Penanganan hipotermi pada bayi baru
lahir dan segera merujuk
(3)
Penanganan kegawatdaruratan,
dilanjutkan dengan perujukan
(4)
Pemberian imunisasi rutin sesuai
program Pemerintah
(5)
Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak
balita dan anak pra sekolah
(6)
Pemberian konseling dan penyuluhan
(7)
Pemberian surat keterangan kelahiran
(8)
Pemberian surat keterangan kematian
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perdarahan ante partum merupakan perdarahan yang
terjadi pada ibu hamil diatas 28 minggu atau kehamilan tua maka sering
digolongkan perdarahan pada trimester III.
Abortus adalah penghentian hasil kehamilan sebelum
janin mencapai viabilitas sebelum usia kehamilan 20-22 minggu, dan berat badan
janin kurang dari 500 gram.
Kewenangan Bidan berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan adalah Penanganan
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan
B.
Saran
Perdarahan pada ibu hamil merupakan situasi darurat
yang memerlukan perhatian khusus dalam pelayanan asuahan kebidanan dan
penanganan tepat karena dapat saling mempengaruhi maupun merugikan bagi ibu dan
janinnya sehingga sebagai tenaga kesehatan, khususnya bidan harus melakukan
penanganan sesegera mungkin, bila perlu harus melakukan rujukan ke Rumah sakit
yang memiliki fasilitas obstetri dan neonatal.
DAFTAR PUSTAKA
Fadlun, Feryanto, Achmad. 2012. Asuhan
Kebidanan Patologis. Jakarta: Salemba Medika.
Maryunani,Anik.
2012. Asuhan Kegawatdaruratan Dalam
Kebidanan. Jakarta : TIM.
Mochtar,Rustam.2008.
Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC
Rukiyah
AY., Yulianti L., dkk. 2013. Asuhan Kebidanan I Kehamilan. Jakarta: Trans Info
Media.
Sarwono Prawiraharjo, Hanifa Wiknjosastro. 2012. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Yeyeh,Ai Rukiyah. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Jakarta: Trans Info
Media
Obstetric,William.Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar