Selasa, 19 April 2016

TEORI BELAJAR (DOMAIN : PENGELOLAAN)



Description: Description: isokan.jpgDescription: Description: stikes logo           




TEORI BELAJAR (DOMAIN : PENGELOLAAN)
TUGAS TEKNOLOGI PENDIDIKAN
Dosen Pengampu : Drs. Kustiono, M.Pd
Description: Description: F:\logo.new.pink.cut.png
Oleh : Kelompok 4
1.      Anggraini Risma   Isni                  (1504170)       
2.      Anis Nur Aini                               (1504172)
3.      Erina Risky Anggita                     (1504182)       
4.      Firlia N a                                       (1504185)
5.      Luvita Ria                                     (1504194)
6.      Nur Kholifah                                 (1504197)
7.      Nurul Kistiyani                             (1504200)
8.      Sutini                                             (1504210)
9.      Vera Handayani                            (1504215)
10.  Yuni Eti Pratiwi                            (1504217)


PROGRAM STUDI D IV BIDAN PENDIDIK
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA
SEMARANG
2016
DAFTAR ISI

                                                                                                  Halaman
TEORI PRAKTEK PENGELOLAAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................... 1
B. Prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran................................................. 7

GEJALA YANG DIAMATI...................................................................... .......... 12
A.    Beberapa Kecenderungan Pendidikan ....................................................            14
B.     Keefektifitasan biaya pada domain pengelolaan......................................           19
C.     Produktivitas......................................................................................... ...           27

DAFTAR PUSTAKA





TEORI PRAKTEK PENGELOLAAN
A.    Latar Belakang
Teknologi Pendidikan merupakan disiplin ilmu yang mengkaji tentang metode, desain pambelajaran hingga system dan teori belajar yang mampu memudahkan siswa dalam memahami, mengolah dan menerapkan ilmunya dalam kehidupan sehari – hari. Selain itu juga dapat mengubah minat belajar siswa menjadi lebih baik. Karena teknologi pendidikan itu sendiri mempunyai tujuan untuk memacu (merancang) dan memicu (menumbuhkan) belajar.
Teknologi modern dalam bidang komunikasi dengan produk yang berupa peralatan elektronik dan bahan (software) yang disajikannya telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia termasuk pendidikan. Bahkan Eric Ashby (1972,halaman 9) berpendapat bahwa produk elektronik itu telah menimbulkan revolusi keempat dalam bidang pendidikan. Revolusi pertama terjadi pada waktu masyarakat memberikan wewenang pendidiakn kepada orang tertentu hingga timbul “profesi guru”.Revolusi ini mengakibatkan pergeseran dari pendidikan di rumah oleh orang tua sendiri, kearah pendidikan secara formal di sekolah.Revolusi yang kedua terjadi dengan dipakainya bahasa tulisan di samping bahasa lisan dalam menyajikan pelajaran di sekolah. Revolusi yang ketiga terjadi dengan ditemukannya mesin cetak yang pada gilirannya menyebabkan banyaknya buku yang tersedia dan dipakai di sekolah. Revolusi yang keempat boleh dikatakan mulai berlangsung sejak empat puluh tahun yang lalu.
Teknologi pendidikan tidak bisa dipandang dari aspek hardware atau softwarenya saja atau dari penjumlahan dari bagian atau komponen ,Karena pengertian teknologi sendiri merupakan suatu keseluruhan sistem untuk mengelola hasil hingga terdapat nilai tambah. Melainkan dapat diartikan sebagai cara sistematis dalam merancang, melaksanakan, dan menilai keseluruhan proses belajar mengajar dalam kaitannya dengaqn tujuan khusus yang telah ditetapkan semula. Cara itu didasarkan pada hasil penelitian proses belajar dan komunikasi ,serta memanfaatkan berbagai sumber belajar,baik yang berupa manusia maupun bukan untuk meningkatkan efektifitas belajar.
Dalam teknologi pendidikan unsur intinya adalah “belajar dan “sumber – sumber” untuk   keperluan belajr itu. Namun kedua unsure inti ini belum menjamin adanya teknologi pendidikan. Masih diperlukan adanya unsure lain yaitu dipakainya “pendekatan sistem” dan adanya “pengelolaan” atas seluruh kegiatan. Dengan mengutamakan masalah “belajar”(dan bukan alatnya atau bahannya) maka dalam teknologi pendidikan yang menjadi titik utamanya adalah peserta didik. Pesrta didik supaya belajar perlu berinteraksi dengan sumber – sumber belajar. Proses interaksi ini perlu dikembangkan secara sistematik,disamping sumber itu sendiri perlu dikembangkan secara sistematik serta dikelola dengan baik.Sehingga definisi dari teknologi pendidikan merupakan proses dan sumber dengan desain, pengembangan, pemanfaatan, pengelolaan dan penilaian yang terstruktur dan bersistematik.
Pengelolaan berakar dari kata “kelola” dan istilah lainnya yaitu “manajemen” yang artinya ketatalaksanaan, tata pimpinan. Menurut Bahri dan Zain (1996) bahwa pengelolaan itu adalah pengabministrasian, pengaturan atau penataan suatu kegiatan. Pengelolaan merupakan terjemahan dari kata “management”. Terbawa oleh derasnya arus penambahan kata pungut kedalam Bahasa Indonesia, istilah Inggris tersebut lalu di Indonesiakan menjadi “manajemen” atau “menejemen”.
Seiring pendapat diatas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1958, hlm. 412) disebutkan bahwa pengelolaan berarti penyelenggaraan. Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan adalah penyelenggaraan / pengurusan agar suatu yang dikelola dapat berjalan dengan lancar, efektif, dan efisien. Menurut Drs. Winarno Hamiseno (1978, hlm. 1), pengelolaan adalah substansi dari mengelola. Sedangkan mengelola berarti suatu tindakan yang dimulai dari penyusunan data, merencanakan, mengorganisasikan, melaksanakan sampai dengan pengawasan dan penilaian.
Pembelajaran berasal dari kata “belajar” yang artinya adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mencari suatu informasi atau lebih. Jadi pembelajaran ialah proses kegiatan mencari informasi (dalam mencari ilmu). Pengertian belajar dapan disefinisikan sebagai berikut “ belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh perubahan secara keseluruhan. Sebagai hasil pengalaman sendiri dalam atraksi dalam lingkungannya”.
Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang mana suatu kegiatan berasal atau berubah lewat reaksi dari suatu situasi yang dihadapi, dengan keadaan bahwa karakteristik-karakteristik dari perubahan aktivitas tersebut tidak dapat dijelaskan dengan dasar  kecenderungan-kecenderungan reksi asli, kematangan, atau perubahan-perubahan sementara dari organisme. ( learning is the process by which an activity originates or is changed through reacting to an encountered situation, provided that the characteristics of the change in activity cannot be explained on the basis of native response tendencies, maturation, or temporary states of the organism).
Dari pengertian diatas dapatlah disimpulkan bahwa pembelajaran itu adalah merupakan suatu penataan atau pengaturan kegiatan dalam proses menuntut ilmu. Atau suatu usaha yang dengan sengaja dilakukan guna mencapai tujuan pengajaran atau upaya mendayagunakan potensi kelas.
Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik. Dengan kata lain, pembelajaran adalah proses untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan baik. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat seorang manusia serta dapat berlaku dimanapun dan kapanpun.
Pengelolaan diartikan sebagai suatu rangkaian pekerjaan atau usaha yang dilakukan oleh sekelompok orang untuk melakukan serangkaian kerja dalam mencapai tujuan tertentu. Definisi pengelolaan oleh para ahli terdapat perbedaan-perbedaan hal ini disebabkan karena para ahli meninjau pengelolaan dari segi fungsi, benda, kelembagaan dan yang meninjau pengelolaan sebagai suatu kesatuan. Namun jika jika dipelajari pada prinsipnya definisi-definisi tersebut mengandung pengertian dan tujuan yang sama. Berikut ini adalah pendapat dari beberapa ahli yakni menurut Wardoyo  memberikan definisi bahwa pengelolaan adalah suatu rangkaian kegiatan yang berintikan perencanaan, pengorganisasian pergerakan dan pengawasan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Pembelajaran merupakan aktualisasi kurikulum yang menentukan aktifitas dan kreatifitas serta kearifan guru dalam menciptakan dan menumbuhkan kegiatan peserta didik sesuai dengan rencana yang diprogramkan secara efektif dan efisien juga menyenangkan. Jadi pengelolaan pembelajaran adalah pengelolaan kelas (classroom management) berdasarkan pendekatan menurut Weber diklasifikasikan keadaan dua pengertian yaitu berdasarkan pendekatan otoriter dan pendekatan permisif. Berikut dijelaskan pengertian dari masing-masing pendekatan tersebut.
Pertama, Berdasarkan pendekatan otoriter pengelolaan kelas adalah kegiatan guru untuk mengontrol tingkah laku siswa, guru berperan menciptakan dan memelihara aturan kelas melalui penerapan kelas secara ketat. Kedua, pendekatan permisif mengartikan pengelolaan kelas adalah upaya yang dilakukan oleh guru memberi kebebasan untuk siswa melakukan berbagai aktivitas sesuai dengan yang mereka inginkan.
Pengelolaan pembelajaran merupakan proses untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk mencapai tujuan pembelajaran diperlukan proses panjang yang dimulai dengan perencanaan, pengorganisasian dan penilaian. Perencanaan meliputi kegiatan menetapkan apa yang ingin dicapai, bagaimana mencapai, waktu dan dan personel yang diperlukan. Sedang pengorganisasian merupakan pembagian tugas kepada personel yang terlibat dalam usaha mencapai tujuan pembelajaran, pengkoordinasian, pengarahan dan pemantauan. Evaluasi sebagai proses dilaksanakan untuk mengetahui ketercapaian tujuan yang telah dicanangkan, faktor pendukung dan penghambatnya.
Pengelolaan adalah proses mengatur agar seluruh potensi secara optimal dalam mendukung tercapainya  tujuan yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pengerahan (aktuating), pengawasan (controlling).
Pengelolaan merupakan ketrampilan guru untuk menciptakan iklim pembelajaran yang kunduktif, dan mengendalikannya jika terganggu dalam pembelajaran. Menurut (E. Mulyasa, 2003 : 91) beberapa prinsip yang harus diperhatikan dalam pengelolaan :
·         Pertama         : Kehangatan dan Keantusiasan.
·         Kedua                       : Tantangan.
·         Ketiga                       : Bervariasi.
·         Keempat       : Luwes.
·         Kelima                      : Berkanaan hal-hal positif.
·         Keenam         : Penampilan disiplin diri.
 Sedangkan pengertian dari pembelajaran adalah membelajarkan siswa dengan menggunakan asa pendidikan maupun teori belajar merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik atau murid.
B.     Prinsip-prinsip pengelolaan pembelajaran
Belajar merupakan aktivitas yang dilakukan oleh siswa dalam rangka membangun makna ata pemahaman, karenanya dalam pembelajaran guru perlu memberikan motivasi kepada siswa untuk menggunakan potensi dan otoritas yang dimilikinya, untuk membangun suatu gugusan, pencapaian keberhasilan belajar tidak hanya menjadi tanggungjawab untuk menciptakan motivasi siswa untuk melakukan kegiatan-kegiatan sepanjang hayat, karenanya dalam mengembangkan kegiatan pembelajaran, guru harus memperhatikan beberapa prinsip kegiatan pembelajaran sebagai berikut :
1.    Berpusat pada siswa
Setiap siswa pada dasarnya berbeda, dan telah ada dalam dirinya minat (Interest) kemampuan (Ability), kesenangan (Preference), pengalaman (Experience), dan cara belajar (Learning Style) yang beda antara siswa yang satu dengan yang lainnya.
2.    Pembalikan makna belajar
Dalam konsep tradisional belajar hanyalah diartikan penerimaan informasi oleh peserta didik dan sumber belajar, dalam kurikulum berbasis kompetensi makna belajar tersebut harus dibalik dimana belajar diartikan sebagai proses aktivasi dan kegiatan siswa dalam membangun pengetahuan dan pemahaman terhadap informasi dan pengalaman.
3.    Belajar dengan melakukan
Pada hakikatnya dalam kegiatan belajar siswa melakukan aktivitas-aktivitas. Aktivitas siswa akan sangat ideal bila dilakukan dalam kegiatan nyata yang melibatkan dirinya, terutama untuk mencari dan menemukan, serta mempraktekannya sendiri.
4.    Mengembangkan kemampuan sosial kognitip dan emosional
Dalam kegiatan belajar siswa-siswa harus dikondisikan dalam suasana interaksi dengan orang lain seperti antara siswa dengan guru.
5.    Mengembangkan keingintahuan dan fitrah bertahun
Manusia terlahir memiliki rasa ingin tahu dan imajinasi yang dimiliki siswa merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif.
6.    Mengembangkan pemecahan masalah
Dalam kehidupan sehari-hari setiap orang akan dihadapkan kepada berbagai permasalahan yang harus dipecahkan.
7.    Mengembangkan kreativitas siswa
Siswa memiliki potensi yang berbeda perbedaan itu terlihat pada pola pikir daya imajinasi fantasi dan hasil karyanya, karena itu kegiatan pembelajaran perlu dipilih dan dirancang agar memberikan kesempatan dan kegiatan kreasi secara berkesinambungan dalam rangka mengembangkan kreatifitas siswa.
8. Mengembangkan kemampuan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ilmu pengetahuan dan teknologi mengalami perkembangan dan penyempurnaan. Agar ilmu pengetahuan dan teknologi yang diproduksi manusia dapat dimanfaatkan oleh manusia pada umumnya serta siswa pada khususnya. Siswa perlu mengenal dan mampu menggunakan ilmu pengetahuandan teknologi sejak dini serta tidak gagap terhadap perkembangan ilmu dan teknologi.
9.  Menumbuhkan kesadaran sebagai Warga Negara yang baik
Dalam kegiatan pembelajaran siswa perlu diberikan wawasan nilai-nilai sosial kemasyarakatan, patriotisme dan semangat cinta tanah air yang dapat membekali siswaagar menjadi Warga Negara yang bertanggung jawab serta memiliki nasionalisme dan kebangsaan.
10. Belajar sepanjang hayat
Belajar sepanjang hayat sangat diperlukan karena dunia pada dasarnya terus mengalami perkembangan dan penyempurnaan terutama dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang menuntut manusiauntuk belajar dan terus belajar agar dapat mengerti dan memahami serta menguasainya.
11. Perpaduan kemandirian dan kerjasama
Kompetisi yang sehat, kerjasama dan solidaritas perlu dikembangkan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran dengan pemberian tugas-tugas individu untuk menumbuhkan kemandirian dan semangat kompetensi maupun tugas kelompok untuk menumbuhkan kerjasama dan solidaritas.

Pengelolaan pembelajaran dapat optimal apabila guru mampu menempatkan dirinya dalam keseluruhan proses. Artinya guru harus mampu menempatkan diri sebagai fasilitator dan mediator dalam proses pembelajaran. Oleh sebab itu menurut Prabowo [2000], bahwa dalam pengelolaan pembelajaran hendaklah guru dapat berlaku sebagai berikut:
1.    Guru hendaknya jangan menjadi single actor yang mendominasi pembicaraan dalam proses belajar mengajar;
2.    Pemberian tanggung jawab individu dan kelompok harus jelas dalam setiap tugas yang menuntut adanya kerjasama kelompok;
3.    Guru perlu mengakomodasi terhadap ide-ide yang terkadang sama sekali tidak terpikirkan dalam perencanaan.









GEJALA YANG DIAMATI
Sistem pendidikan dalam dasawarsa terakhir ini telah mengalami pertumbuhan yang sangat mengesankan. Seperti halnya pendidikan dasar telah dapat ditingkatkan pada jenjang sekolah menengah pertama bagi semua anak Indonesia. Salah satu asumsi yang mendasari usaha pemekaran ini adalah bahwa penambahan tentang waktu belajar ini akan memperbaiki mutu tenaga kerja, meskipun mesti harus dipertanyakan isi dan strategi pelaksanaannya. Kita semua tahu bahwa pertumbuhan yang sangat pesat ini akan dapat membawa akibat yang berlawanan terhadap mutu.
Masih banyak orang awam, atau bahkan para pakar sekalipun yang berpendapat bahwa tugas pendidikan yang utama adalah mengalihkan (mentrasfer) pengetahuan dari pendidik kepada peserta didik. Apalagi kenyataan banyak menunjukkan bahwa yang dialihkan itu terutama meliputi aspek kognitif saja (menghafal, mengulang, menyebutkan, dan sebagainya). Memang benar ada nilai religi yang harus dilestarikan, namun dalam perkembangan zaman ini lebih banyak lagi nilai-nilai, terutama yang berasal dari kebenaran penginderaan dan kebenaran ilmiah, yang mengalami perubahan, sehingga tidak seyogyanya dilestarikan.
Struktur organisasi pendidikan sekarang ini masih saja sama seperti seabad yang lalu, padahal sektor kehidupan yang lain sudah mengalami perubahan. Pendidikan formal yang mengejawantahkan dalam bentuk sekolah, dibakukan dengan ruangan yang dibatasi empat dinding, diisi sejumlah anak seusia, diajar dan diawasi oleh seorang guru. Guru mempunyai kewenangan tunggal dalam menentukan kegiatan dan menilai hasilnya. Akibatnya, berbagai sumber untuk belajar yang ada dimasyarakat, tidak dapat dimanfaatkan.
Guru dianggap sebagai satu-satunya tenaga pendidik yang berwewenang mengajar. Memang kenyataan yang ada sekarang menunjukkan bahwa guru merupakan penguasa tunggal dalam proses belajar mengajar. Bahkan sekarang ini, guru justru dibebani banyak tugas hingga tidak mampu menjalankannya secara efektif. Seharusnya tugas utama guru adalah “mengawasi, meneladani dan membangkitkan semangat” kalau motto “Tut Wuri Handayani” masih dipergunakan.
Kita semua menyadari bahwa ilmu pengetahuan berkembang terus, dan jumlah maupun kualitas informasi berkembang secara eksponensial. Tidak mungkin bagi seseorang menguasai pertambahan informasi itu dengan jalan menimbun data atau fakta di otaknya. Namun yang terjadi sekarang justru menambah mata pelajaran baru atau materi baru ke dalam kurikulum. Memang benar bahwa perkembangan ilmu pengetahuan menuntut kita untuk belajar lebih banyak, lebih cepat dan lebih berdaya guna. Akan tetapi bukan berarti yang kita pelajari adalah harus berupa fakta.
Teknologi telah berkembang dengan pesat, dan budaya kita pun telah dipengaruhinya, telah terjadi perubahan sosial dengan berkembangnya teknologi. Kebanyakan orang masih memandang teknologi sebagai produk dengan rujukan benda-benda yang dapat membuat hidup lebih nyaman. Teknologi belum dapat kita manfaatkan sedemikian rupa sehingga timbul penemuan sosial (social invention), meskipun teknologi itu sudah menghasilkan perubahan sosial. Dengan demikian teknologi itu tidak dapat dituntut tanggung jawabnya bila terjadi sesuatu akibat negatif. Pencegahan akibat negatif itu dapat dilakukan dengan pendekatan isomorfi, yaitu dimana dua struktur kompleks yang berbeda dipadukan sedemikian rupa untuk saling mengisi dan melengkapi. Dan masih banyak lagi gejala-gejala yang dapat dijadikan pertimbangan mengapa transformasi diperlukan.

A.    Beberapa Kecenderungan Pendidikan
Perkembangan masyarakat akan membawa pengaruh terhadap perkembangan nilai, prinsip, dan prosedur dalam pendidikan. Dahulu, misalnya nilai yang dianggap baik adalah “patuh” tanpa mempertanyakan alasan dan tujuan; dan mengulang-ulang (drills) dianggap sebagai prosedur mengajar yang paling baik diterapkan untuk segala macam bidang ajaran.
Berbagai usaha pembaruan (reformasi) memang telah dilakukan, namun kini yang sebenarnya diperlukan adalah transformasi pendidikan.  Dimana hakikat, lembaga dan fungsi pendidikan dikembangkan dengan sistem nilai, prinsip dan prosedur baru secara menyeluruh. Beberapa kecenderungan baru berikut ini, dapat dijadikan dasar pertimbangan perlunya usaha transformasi pendidikan itu.
1.          Belajar menyelidik
Meliputi kemampuan seseorang dalam menggunakan proses dan prosedur intelektual untuk memecahkan masalah akademis maupun praktis yang sedang dihadapinya. Dalam kalangan ilmu alamiah kemampuan ini disebut dengan “belajar menemukan” (discovery learning)  dan dalam kalangan ilmu budaya disebut dengan “belajar berkreasi” (creatifity learning).  Prinsip ini dalam pelaksanaannya dicerminkan dengan berkurangnya penjelasan atau ceramah oleh guru, dan dengan meningkatnya kegiatan meneliti  baik secara mandiri maupun kelompok oleh peserta didik. Heathers (1970) berpendapat bahwa fungsi pendidikan yang paling penting adalah mengembangkan kemampuan menyelidik tiap orang agar ia dapat memecahkan persoalan hidupnya sendiri, serta merupakan peserta yang efektif dalam memecahkan masalah kelompok. Prinsip ini serasi digunakan dalam masyarakat dimana pengetahuan dan penerapannya mengalami perubahan yang cepat.
2.         Belajar mandiri
Yaitu berupa pengarahan dan pengontrolan diri dalam memperoleh dan menggunakan pengetahuan. Kemampuan ini sangat berkaitan dengan belajar menyelidik. Kemampuan ini sangat penting, dimana keberhasilan dalam kehidupan akan diukur dari kesanggupan dalam bertindak dan berpikir sendiri, dan tidak bergantung kepada orang lain. Paling sedikit ada dua kemungkinan untuk melaksanakan prinsip ini, yaitu :  pertama, digunakan program belajar yang mengandung petunjuk untuk belajar sendiri oleh peserta didik dengan bantuan guru yang minimal, dan kedua,  melibatkan siswa dalam merencanakan dan melaksanakan kegiatan belajarnya sendiri.
3.          Belajar struktur bidang studi
Materi atau informasi dalam bidang studi berkembang terus sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Karena informasi yang terus berkembang dan keterbatasan manusia, maka cara yang lebih bermakna adalah apabila kita mampu mempelajari gagasan umum yang dijadikan dasar dalam menyusun, menafsirkan dan memperkirakan gejala yang ada dalam bidang studi itu, atau dengan kata lain mempelajari struktur bidang studi. Mempelajari struktur ini dapat dilakukan melalui pemahaman konsep, prinsip, prosedur dan model teoritik. Cara ini akan lebih ekonomis dan praktis. Memang ada sejumlah informasi dan fakta dasar yang harus dikuasai, namun dengan menguasai struktur tersebut fakta dan informasi selanjutnya dapat disimpan dalam berbagai macam sarana bantu yang dapat diambil kembali sewaktu-waktu diperlukan.
4.      Belajar mencapai penguasaan
Prinsip ini didasarkan pada asumsi bahwa tiap peserta didik mampu menguasai apa yang dipelajarinya. Asumsi lama menilai bahwa keberhasilan belajar dengan jalan membandingkan dengan teman sekelompoknya. Sedangkan asumsi baru membandingkannya dengan penguasaan atas tujuan yang telah ditetapkan lebih dulu. Penguasaan atas tujuan ini menjadi standar bagi semua peserta didik, dengan ketentuan bahwa tiap peserta didik mendapat tugas yang sesuai dengan kemampuannya, serta bahwa kepada mereka itu dapat disediakan bahan, waktu dan bimbingan yang diperlukan untuk keberhasilannya. Dengan prinsip ini maka peranan utama guru adalah mengelola kegiatan belajar peserta didik dan memberikan bimbingan yang diperlukan.
5.       Pendidikan untuk perkembangan kepribadian
Perkembangan ini merupakan perkembangan segala aspek kepribadian secara utuh, bukan hanya menekankan pada aspek kognitif saja, melainkan pula keyakinan, minat,dan nilai yang membentuk pribadi seseorang. Prinsip ini dapat ditunjang pelaksanaannya di sekolah jika sejak dini anak dilatih untuk mampu mengarahkan kegiatan dirinya, dan berdisiplin dalam melaksanakannya.
6.       Pendekatan sistem
Dalam bidang pendidikan digunakan dalam proses pemecahan masalah yang berorientasikan pada kepentingan peserta didik. Proses tersebut merupakan proses yang berkelanjutan yang senantiasa diperbaiki sesuai dengan adanya masukan baru.
7.       Persebaran waktu
Pendidikan itu berlangsung sepanjang waktu, terutama waktu jaga setiap orang merupakan waktu yang potensial untuk terselenggaranya pendidikan. Dengan demikian suatu sistem pendidikan itu hendaknya tidak dibatasi pada waktu sekolah saja, melainkan pula waktu-waktu yang lain.
8.       Persebaran tempat
Prinsip ini berkaitan erat dengan persebaran waktu, maka pendidikan itu pada dasarnya dapat berlangsung dimana saja. Namun, apabila dikehendaki agar pendidikan itu terarah dan terawasi perlu ditata bentuk kelembagaan dan tata caranya. Penataan itu tak harus secara formal tetapi dapat berkembang sebagai suatu kebiasaan dalam masyarakat.
9.       Keanekaragaman sumber
Pada awal kebudayaan, manusia memperoleh pendidikan dari alam sekitarnya. Hingga kemudian ada orang yang diberi wewenang untuk memberikan pendidikan yang disebut “guru”. Namun, guru bukanlah satu-satunya sumber bagi peserta didik untuk memperoleh pendidikan. Guru hanya salah satu sumber insani yang masih harus dilengkapi dengan sumber non insani berupa lingkungan, alat, media dan sebagainya.
10.  Diferensiasi peranan
Sejalan dengan adanya berbagai macam sumber insani, maka guru harus berbagi peranan dengan orang-orang yang mempunyai tugas dan fungsi instruksional. Dengan demikian guru tidak lagi mempunyai kewenangan tunggal dalam proses instruksional.
11.  Ekonomi pendidikan
Pendidikan merupakan suatu proses yang menciptakan hasil, tidak mungkin terbebas dari pertimbangan ekonomi. Ditinjau dari segi pembiayaan komponen, pembiayaan untuk guru merupakan jumlah yang terbesar, karena itu harus dapat digunakan seefisien dan seefektif mungkin.
12.  Perkembangan teori dan prinsip
Ilmu pendidikan bukan merupakan disiplin yang mati, melainkan terus berkembang seiring dengan perkembangan daya pikir, keadaan dan kebutuhan manusia. Sebagai ilmu terapan, pendidikan pada mulanya banyak mengambil ajaran dari ilmu-ilmu murni. Ajaran itu kemudian diramu dan dikembangkan lebih lanjut untuk digunakan dalam mensistematisasikan pengamatan, memberikan penjelasan, membuat prediksi dan menyusun hipotesis atas gejala yang dipelajarinya.

B.     Keefektifitasan biaya pada domain pengelolaan
Pengelolaan meliputi pengendalian teknologi pembelajaran melalui perencanaan, pengorganisasian, pengoordinasian, dan supervisi. Pengelolaan biasanya merupakan hasil dari penerapan suatu sistem nilai. Kerumitan dalam mengelola berbagai macam sumber, personel, usaha desain maupun pengembangan akan semakin meningkat dengan membesarnya usaha dari sebuah sekolah atau bagian kantor yang kecil menjadi kegiatan pembelajaran berskala nasional atau menjadi perusahaan multinasional dengan skala global. Terlepas dari besarnya program atau proyek Teknologi Pembelajaran yang ditangani, salah satu kunci keberhasilan yang esensial adalah pengelolaan. Perubahan jarang terjadi hanya pada tingkat pembelajaran yang mikro. Untuk menjamin keberhasilan dari tiap intervensi pembelajaran, proses perubahan perilaku kognitif maupun afektif harus terjadi bersamaan dengan perubahan pada tingkat makro. Para manajer program dan proyek Teknologi Pembelajaran yang mencari sumber tentang cara bagaimana merencanakan dan mengelola berbagai model perubahan pada tingkat makro, pada umunya akan mengalami kekecewaan.
Ada empat macam domain pengelolaan, yaitu pengelolaan proyek, pengelolaan sumber, pengelolaan sistem penyampaian, dan pengelolaan informasi. Berikut pemaparannya:
1.      Pengelolaan Proyek
Pengelolaan proyek meliputi perencanaan, monitoring dan pengendalian proyek desain, serta pengembangan. Menurut Rothwell dan Kazanas, pengelolaan proyek berbeda dengan pengelolaan tradisional, yaitu organisasi garis dan staf (line and staff management). Perbedaan itu disebabkan: staf proyek mungkin baru yaitu anggota tim untuk jangka pendek, pengelola proyek biasanya tidak mempunyai wewenang jangka panjang atas orang karena sifat tugas mereka yang sementara, pengelola proyek memiliki kendali dan fleksibilitas yang lebih luas dari yang biasa terdapat pada organisasi garis dan staf.
Para pengelola proyek bertanggung jawab atas perencanaan, penjadwalan dan pengendalian fungsi desain pembelajaran atau jenis-jenis proyek yang lain. Mereka harus melakukan negosiasi, menyusun anggaran, membentuk sistem pemantauan informasi, serta menilaia kemajuan. Peran pengelolaan proyek biasanya berhubungan dengan cara mengatasi ancaman projek dan memberi saran perubahan ke dalam.
2.      Pengelolaan Sumber
Pengelolaan sumber mencakup perencanaan, pemantauan, dan pengendalian sistem pendukung dan pelayanan sumber. Pengelolaan sumber sangat penting artinya karena mengatur personel, keuangan, bahan baku, waktu, fasilitas, dan sumber pembelajaran. Sumber pembelajaran mencakup semua teknologi yang telah dijelaskan pada kawasan pengembangan. Efektivitas biaya dan justifikasi belajar yang efektif merupakan dua karakteristik penting dari pengelolaan sumber.
3.      Pengelolaan Sistem Penyampaian
Pengelolaan sistem penyanpaian meliputi perncanaan, pemantauan, pengendalian “cara bagaimana distribusi bahan pembelajaran diorganisasikan. Hal tersebut merupakan suatu gabungan medium dan cara penggunaan yang dipakai dalam menyajikan informasi pembelajaran kepada pembelajar”. Contoh pengelolaan seperti itu terdapat pada proyek belajar jarak jauh di National Technologycal University dan Nova University. Pengelolaan sistem penyampaian memberikan perhatian pada permasalahan produk seperti persyaratan perangkat keras/lunak dan dukungan terknis terhadap pengguna maupun operator. Pengelolaan ini juga memperhatikan permasalahan proses seperti pedoman bagi desainer dan instruktor atau pelatih. Dari sekian banyak parameter ini keputusan harus diambil berdasarkan pada kesesuaian karakteristik teknologi dengan tujuan pembelajaran. Keputusan tentang pengelolaan sistem penyampaian ini sering bergantung pada sistem pengelolaan sumber.
4.      Pengelolaan Informasi
Pengelolaan informasi meliputi perencanaan, pemantauan dan pengendalian cara penyimpanan, pengiriman pemindahan atau pemrosesan informasi dalam rangka tersedianya sumber untuk kegiatan belajar. Cukup banyak tumpang tindih terjadi antara penyimpanan, pengiriman/pemindahan, dan pemrosesan karena fungsi yang satu sering diperlukan untuk melakukan fungsi yang lain. Teknologi yang dijelaskan pada kawasan pengembangan merupakan metode penyimpanan dan penyampaian. Pengiriman atan transfer informasi sering terjadi melalui teknologi terpadu. “Pemrosesan adalah pengubahan beberapa aspek informasi (melalui program komputer) agar lebih sesuai dengan tujuan tertentu”.
Pengelolaan informasi penting untuk memberikan akses dan keakraban pemakai. Pentingnya pengelolaan informasi terletak pada potensinya untuk mengadakan revolusi kurikulum dan aplikasi desain pembelajaran. Pertumbuhan ilmu maupun industri pengetahuan di luar yang saat ini dapat diakomodasikan menunjukkan bahwa hal ini merupakan bidang yang sangat penting bagi Teknologi Pembelajaran di masa datang. Pengelolaan sistem penyimpanan informasi untuk tujuan pembelajaran tetap akan merupakan komponen penting dari bidang Teknologi Pembelajaran.
Di dalam setiap subkategori tersebut ada seperangkat tugas yang sama yang harus dilakukan. Organisasi harus dimanfaatkan, personel harus diangkat dan disupervisi, dana harus rencanakan dan dipertanggungjawabkan dan fasilitas harus dikembangkan serta diperlihara. Di samping itu harus ada perencanaan jangka pendek dan jangka panjang. Untuk mengontrol organisasi, pengelola harus menciptakan struktur yang membantu pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Pengelola ini  juga harus menjadi pemimpin yang dapat memberikan motivasi, arahan, melatih, membina, memberi wewenang, dan mempunyai keterampilan berkomunikasi. Tugas dalam bidang personel mencakup seleksi, pengangkatan, supervisi, dan penilaian. Tugas keuangan mencakup perencanaan anggaran, justifikasi dan pemantauan, pertanggungjawaban dan pembelian. Tanggung jawab akan fasilitas meliputi perencanaan, bimbingan serta supervisi. Pengelola bertanggung jawab membuat rencana panjang.
·         Efektivitas Penggunaan Biaya Pendidikan
Pendekatan untuk mengukur efektivitas biaya pendidikan tentu diawali oleh keputusan penetapan anggaran yang mengalir kedalam aktivitas pendidikan. Pelaksanaan aktivitas pendidikan sangat ditentukan oleh gerak langkah  barisan mitra kerja yang berwenang atau sistem yang melekat pada beberapa sub sistem, mulai dari pengambil kebijakan tertinggi sampai pada pengambil kebijakan ditingkat sub terkecil. Prinsip ini dapat kita pedomani dari Firman Allah (l-Mulk ayat 3) yang artinya; (Dia ) yang telah menciptakan tujuh langit berlapis lapis. Kamu sekali kali tidak melihat ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang “. Penjelasan tersebut dilengkapi oleh penjelasan Alquran surat al Qamar ayat 49 yang artinya: “Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu berdasarkan ukuran”.
Pesan dan isyarat ayat diatas dapat dipahami sebagai tuntunan dalam membuat perencanaan sesuatu  harus seimbang (tawazzun/balance), dan sesuai menurut ukuran ukuran yang  logis dalam  aktivitas  aktivitas tertentu dan terhindar dari kesalahan dan kekeliruan. Selain itu perlu pertimbangan ketepatan dalam penggunaan biaya yang ada, agar tidak mubazir, dan benar benar tepat sasaran dalam mencapai tujuan pendidikan.
Secara prinsip cost effectiveness merupakan suatu teknis analisis yang mengevaluasi dengan cara membandingkan hasil pendidikan dengan program-program yang dilaksanakan. Coombs dan Hallak (1972:255), berpendapat bahwa ”cost effectiveness as the relationship between the input and corresponding immediate aducational outputs of any educational process. It is so measure of internal efisiensi”.
Sedangkan mark Blaug, (1976:121) berpendapat bahwa cost effectiveness is the appropriate evaluation technique in such all cases. Hal tersebut sesuai yang diutarakan oleh McMillan & Schumacher (2001:550), yang mangatakan bahwa: ”Cost effectiveness analysis (CE) compares program outcomes  (effectiveness) with the costs of alternatife program when the objectivies of different programs are similar and when common measure of effectiveness are used. Effectiveness could be measured by standardized achivement test, phsikological test, or physical test. Outcome measures need not be converted to monetary values, and the analusis is repricable”.
Analisis keefektifan biaya, memugkinkan pembuat kebijakan dapat secara sistematis mempertimbangkan dampak dari biaya terhadap alternatif-alternatif yang berbeda dalam hal membuat keputusan yang layak, untuk memperkirakan beberapa kemungkinan hasil yang diharapkan dengan biaya-biaya yang dikeluarkan. Biaya (cost ) pendidikan yang dikeluarkan diharapkan berdampak pada peningkatan mutu pendidikan.
Nanang Fattah menjelaskan (2012:2) Mutu adalah kemampuan (ability) yang dimiliki oleh suatu produk atau jasa (services) yang dapat memenuhi kebutuhan atau harapan, kepuasan (satisfaction) pelanggan (customer) yang dalam pendidikan dikelompokkan menjadi dua; yaitu internal customer dan eksternal customer. Selain itu juga batasan mengenai mutu pendidikan dijelaskan oleh Fattah(2000:1998) “Mutu pendidikan meliputi kemampuan pengelola dalam mendayagunakan berbagai faktor (sumber-sumber daya) secara optimal untuk mempertinggi kemampuan belajar siswa. Keberadaan faktor pendidikan seperti guru, buku, alat pelajaran. sarana dan biaya akan sangat di tentukan oleh kemampuan manajemen pendidikan dalam mempertinggi kemampuan lembaga pendidikan yang dapat dilihat dari proses belajar dan mengajar dan prestasi belajar”.
Penjelasan pengertian mutu ini , harus dipahami mutu dalam berbagai situasi, yaitu; situasi yang dimaksud adalah produk pendidikan, mutu pelayanan, konsumen pendidikanatau kondisi lingkungan dan lainnya. Artinya produk pendidikan berhubungan dengan pelayanan dan keberhasilan,  dan  mutu pelayanan berhubungan dengan kepuasan pelanggan. Sedangkan kondisi lingkungan ialah segala sesuatu yang dapat mempengaruhi mutu. Secara konsepsional mutu pendidikan diartikan sebagai kemampuan lembaga pendidikan dalam mendayagunakansumber-sumber pendidikan untuk meningkatkan kemampuan belajar seoptimal mungkin, apakah  mahasiswa  atau lukisan pendidikan kita sudah memiliki kemampuan   yang dimaksudkan. Pencapaian  pendidikan yang bermutu membutuhkan sistem yang bersinergi dalam  proses manajemen lembaga pendidikan itu sendiri.
Mengutip pendapat Akdon (2006:18)  Proses manajemen strategik merupakan implementasi dari strategi strategi terpilih (merujuk pada sasaran dan pola pengambilan keputusan) berupa siklus yang cendrung berulang. Proses manajemen strategik bersipat kontektual, dimensionaldi tetapkan sejalan dengan karakteristik organisasi. Penjabaran  dan aktipitas pendidikan adalah penjabaran dari visi dan misi lembaga pendidikan. Oleh sebab pembenahan dimulai darisumber (imput) pendidikan dan  memperbaikai proses (implementasi) pendidikan dan target hasil (out put) yang di harapkan, mempelajari faktor factor internal dan faktor external yang mempengaruhi lembaga pendidikan.
C.    Produktivitas
Produktivitas merupakan perbandingan terbaik antara hasil yang diperoleh (output) dengan jumlah sumber yang dipergunakan (input). Produktivitas dapat dinyatakan dengan kuantitas maupun kualitas. Kuantitas output merupakan jumlah lulusan, sedangkan input merupakan jumlah tenaga kerja sekolah, dan sumber daya lainnya. Sedangkan produktivitas dalam ukuran kualitas tidak dapat diukur dengan uang, ia digambarkan dari ketetapan penggunaan metode dan alat yang tersedia sehingga volume dan beban kerja dapat diselesaikan sesuai dengan waktu yang tersedia serta mendapatkan respon positif bahkan pujian dari orang lain atas hasil kerjanya. (Permendiknas No. 22,23 dan 24 tahun 2007)
Ada pula yang menekankan produktivitas pada sisi pemberian perhatian dan kepuasan kepada pelanggan, sehingga semakin banyak dan semakin memuaskan pelayanan yang diberikan sebuah corporate atau lembaga terhadap customer, maka semakin produktif lembaga tersebut
.Produktivitas dalam dunia pendidikan berkaitan erat dengan keseluruhan proses penataan dan penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien. Dalam konteks produktivitas pendidikan, sumber-sumber pendidikan dipadukan dengan cara-cara yang berbeda. Perpaduan tersebut sama halnya dengan upaya memproduksi pakaian yang menggunakan teknik-teknik yang berbeda dalam memadukan buruh, modal, dan pengetahuan. Untuk mengusai teknik-teknik tersebut diperlukan proses belajar. (E. Mulyasa.2003. Manajemen Berbasis Sekolah; Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: PT.Remaja Rosdakarya).
Seiring dengan bertambahnya waktu, semakin besar pula modal untuk pendidikan. Sekolah pun semakin berkembang seiring dengan besarnya tuntutan pendidikan yang harus dikembangkan. Perubahan dalam intensitas tenaga kependidikan pun kemudian harus dilakukan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Sehingga perlu diaplikasikan model ketrampilan mengajar yang bervariasi. (Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah 2000, Panduan Manajemen Sekolah.)
Secara sederhana produktivitas pendidikan dapat diukur dengan melihat indeks pengeluaran riil pendidikan seperti dalam National Income Blue Book, dengan cara menjumlahkan pengeluaran dari banyaknya peserta didik yang dididik. Namun cara ini merupakan pengukuran cara kasar terhadap produk riil kependidikan. Cara ini pun tidak menceritakan sama sekali tentang kualitas lulusan lembaga pendidikan, juga derajat efisiensi berbagai sumber yang digunakan. Sehingga pengukuran output pendidikan dengan cara yang rasional penting untuk dipertimbangkan, namun juga perlu disadari bahwa pengukuran ini tidak dapat memberi indikasi langsung mengenai kuantitas pengajaran yang diterima setiap peserta didik.
Thomas dalam Mulyasa mengemukakan bahwa produktifitas pendidikan dapat ditinjau dari 3 dimensi sebagai berikut :
1. Meninjau produktifitas sekolah dari segi keluaran administratif, yaitu seberapa besar dan seberapa baik layanan yang dapat diberikan dalam proses pendidikan, baik oleh guru kepala sekolah maupun pihak lain yang berkepentingan.
2. Meninjau produktifitas dari segi keluaran perubahan prilaku, dengan melihat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik sebagai suatu gambaran prestasi akademik yang telah dicapainya dalam periode belajar tertentu disekolah.
3. Melihat produktifitas sekolah dari keluaran ekonomis yang berkaitan dengan pembiayaan layanan pendidikan di sekolah. Hal ini mencakup “harga” layanan yang diberikan (pengorbanan atau cost) dan “perolehan” yang ditimbulkan oleh layanan itu atau disebut “peningkatan nilai baik“.
Dari uraian di atas, nampak jelas bahwa pengukuran produktivitas pendidikan erat kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi, yang sangat bergantung pada akurasi kerangka yang digunakan dalam analisis dan kualitas data. Dalam konteks ini agaknya tidak perlu diperdebatkan bagaimana pengukuran pendidikan dalam pertumbuhan ekonomi, sebab umumnya riset mengenai ini membuktikan bahwa peranan pendidikan tetap substansial dalam pertumbuhan ekonomi. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui produktivitas pendidikan dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, antara lain dapat dilakukan dengan analisis efektifitas biaya, analisis biaya minimal, dan analisis manfaat .
Produktivitas mengandung makna”keinginan” dan “upaya” manusia untuk selalu meningkatkan kualitas kehidupan di segala bidang. National Productivity Board (NPB) merumuskan produktivitas sebagai sikap mental (Attitude of mind) yang mempunyai semangat untuk melakukan peningkatan perbaikan. Perbaikan tersebut diharapkan menghasilkan barang atau jasa yang bermutu tinggi dan standar kehidupan yang lebih layak. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan dalam Laporan Produktivitas Nasional, bahwa produktivitas mengandung pengertian bahwa “mutu kehidupan hari ini harus lebih baik dari kemarin dan esok harus lebih baik dari hari ini”. (Dewan Produktivitas Nasional, 2005)











DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1986. Pengelolaan Kelas dan Siswa. CV Rajawali. Jakarta.
Fauzi, Ahmad. 2012.Manajemen Pembelajaran. Deepublish. Yogyakarta.
Mariyana, Rita, DKK. 2010. Pengelolaan Lingkungan Belajar. Kencana Prenada Media Group. Jakarta.
Sutikno, M. Sobry. 2005. Pembelajaran Efektif. NTP Press. Mataram.
Trianto. 2007. Model pembelajaran terpadu dalam teori dan praktek. Prestasi Pustaka. Jakarta
Ibrahim,  Teknologi Pendidikan, Arti, Kawasan dan Penerapannya  di Indonesia (Malang, IKIP,2006)
Miarso, Yusufhadi, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2005)
Prawiradilaga, Dewi dan Siregar, Eveline, Mozaik Teknologi Pendidikan,  (Jakarta: Kencana, 2004)